Categories
Abu Ubaidah

Biografi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah : Kedudukannya Di Sisi Nabi Dan Para Shahabat (Seri 7)

E. Biografi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah : Kedudukannya Di Sisi Nabi Dan Para Shahabat (Seri 7)

3. Bersama Umar dan kedudukannya di sisinya

Umar Al-Faruq mengetahui kedudukan Abu Ubaidah di hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , menyaksikan kepercayaan beliau kepadanya dalam banyak situasi  dan pengutusan beliau untuk berbagai kepentingan dan urusan. Umar pun semakain yakin akan keluhuran sifat Abu Ubaidah dan kemuliaan akhlaknya pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang menjadikannya salah satu tokoh bangsa dan komandan penaklukan. Di tambah lagi dengan firasat Umar yang terbukti jarang salah dan pengetahuannya yang sempurna tentang akhlak para tokoh serta ketepatannya dalam memilih sosok yang memiliki kompetensi, sebagaimana tampak jelas pada masa kekhalifahannya. Maka Umar menempatkan Abu Ubaidah pada posisi yang pantas baginya dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan penaklukan Syam.
Umar Al-Faruq membeberkan berbagai bukti dan alasan untuk mendukung ketepatannya itu agar mereka yang belum mengenal Abu Ubaidah dapat memahami keputusan tersebut.
Ibnu Sa’ad, Abu Nu’aim, dan Al-Hakim meriwayatkan secara ringkas, sementara Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab At-Tarikhul Awsath secara panjang lebar, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, “Sesungguhnya Umar bin Khaththab  berkata kepada para shahabatnya, “Berharaplah!” salah seorang dari mereka berkata, “Saya berharap rumah ini dipenuhi dirham agar saya dapat menginfakkannya di jalan Allah.” Umar berkata lagi, “Berharaplah!” Yang lain berkata, “Saya berharap rumah ini dipenuhi emas agar saya dapat menginfakkannya di jalan Allah.” Umar kembali berkata, “Berharaplah!” Yang lain berkata, “Saya berharap rumah ini dipenuhi permata atau semacamnya agar saya dapat menginfakkannya di jalan Allah.” Umar masih berkata, “Berharaplah!” Mereka pun menjawab, “Apa yang dapat kami harapkan lebih jauh dari semua itu?” Umar berkata, “Sedangkan saya berharap agar rumah ini dipenuhi oleh sosok seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Mu’adz bin Jabal, dan Hudzaifah bin Yaman. Maka saya akan member mereka jabatan dalam rangka ketaatan kepada Allah.” Lalu Umar mengutus seseorang untuk memberi sejumlah harta kepada Abu Ubaidah dan berpesan, “Lihatlah apa yang diperbuatnya dengan harta tersebut!” Saat utusan itu memberikan harta itu kepada Abu Ubaidah, langsung dibagikannya. Kemudian Umar mengutus seseorang untuk membawa sejumlah harta kepada Mu’adz bin Jabal seraya berpesan, “Lihatlah apa yang diperbuatnya dengan harta teresebut!” Saat utusan itu memberikan harta itu kepada Mu’adz, langsung dibagikannya. Umar berkata, “Saya telah mengatakannya kepada kalian.”

Umar pun mengumumkan di depan sejumlah shahabat dan tabi’in tentang kedudukan Abu Ubaidah, bahwa dia pantas untuk menduduki jabatan khalifah. Jika dia mendapati Abu Ubaidah masih hidup, dia akan mengangkat Abu Ubaidah sebgai penggantinya. Lalu Umar menguatkan pendapatnya dengan pujian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam   terhadapnya bahwa dia adalah “Kepercayaan umat.”

Ibnu Sa’ad, Al-Hakim, dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Tsabit bin Al-Hajjaj, dia berkata, “Sampai berita padaku bahwa Umar bin Khaththab berkata, “Jika saya dapati Abu Ubaidah bin Al-Jarrah masih hidup, saya pasti akan mengangkat khalifah penggantiku tanpa perlu bermusyawarah. Jika saya ditanya tentang kepetusan itu saya akan menjawab, “Saya mengangkat pengganti dari kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-NYa.”

Dalam sebuah riwayat yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinukil oleh Ibnu Asakir, Adz-Dzahabi, dan yang lain, dari Syuraih bin Ubaid, Rasyid bin Sa’ad, dan yang lain, mereka berkata, “Ketika Umar bin Khaththab sampai ke Sargh, dia diberitahu bahwa di Syam telah mewabah suatu penyakit.” Umar berkata, “Sampai berita kepadaku tentang mewabahnya penyakit di Syam. Saya pun berkata, “Jika saat ajalku tiba Abu Ubaidah masih hidup, saya akan mengangkatnya sebagai pengganti. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya kepadaku, “Kenapa engkau mengangkatnya sebagai khalifah umat Muhammad?” saya akan menjawab, “Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  bersabda, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaanku Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” Sejumlah orang mengingkari hal itu dan berkata, “Bagaimana dengan para pembesar Quraisy?”  Maksud mereka adalah Bani Fihr. Kemudian Umar berkata, “Jika ajal saya tiba dan Abu Ubaidah telah wafat, saya akan mengangkat Mu’adz bin Jabal sebagai khalifah penggantiku. Jika tuhanku bertanya, “Kenapa engakau mengangkatnya sebagai khalifah pengganti?” saya akan menjawab, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  bersabda, “Sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat di hadapan para ulama secara tersendiri.”

Akan tetapi Allah Ta’ala lebih memilih Abu Ubaidah untuk berada di sisi-Nya. Maka Abu Ubaidah mati Syahid lima tahun sebelum Umar wafat. Maka Umar Al-Faruq menegaskan di akhir hayatnya kemuliaan kedudukan Abu Ubaidah di sisinya, maka dia menetapkan enam orang shahabat sebagai ahli syura. Dia berkata, “Sesungguhnya saya menyerahkan urusan ini pada mereka berenam yang pada saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam   wafat merasa ridha kepada mereka.” Kemudian Umar berkata, “Kalau saja salah seorang dari dua orang ini masih hidup, saya akan menyerahkan urusan ini padanya dan saya percaya padanya, yaitu Salim pelayan Abu Hudzaifah dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”

Bukan hanya akhlak, ketakwaan, kezuhudan, sifat wara’, dan banyaknya pengorbanan Abu Ubaidah saja yang membuatnya sangat dihormati oleh Umar, akan tetapi juga terkait dengan kehebatannya dalam bidang perang, kompetensinya dalam pertempuran, memimpin pasukan, penaklukan berbagai negeri, kebijakan untuk rakyat, dan pengurusan Negara. Sifat dasarnya itu semakain tumbuh dan berkembang seiring dengan berbagai vpengalaman yang dilaluinya. Berbagai peristiwa yang dilalulinya dibawah naungan kenabian dan masa kekhalifahan Abu Bakar saling mendukung dalam menempatkan hikmah dalam bentuknya yang terbaik. Karena itulah Umar memilihnya untuk menggantikan Sang pedang Allah, Khalid bin Walid dalam memimpin pasukan penaklukan Syam. Ketika Abu Bakar meninggal dan Umar menggantikannya, Umar menurunkan Khalid dari posisinya sebagai komandan pasukan dan mengangkat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai penggantinya, lalu dia menulis surat ke seluruh wilayah memberitahukan hal itu.

Umar bukanlah tipe orang yang memberikan perintah ke para gubernur wilayah, para komandan pasukan, dan kaum muslimin pada umumnya, lalu mereka menerima perintah itu tanpa pertimbangan dan tidak berani membahasnya. Mereka tidak dididik seperti itu dan Umar pun tidak menginginkan itu, bahkan di awal periode kekhalifahannya dia menyatakan dengan tegas, “Tidak ada kebaikan pada kalian jika kalian tidak menyampaikan aspirasi kalian, dan tidak ada kebaikan pada diri kami jika kami tidak mendengar aspirasi.” Umar juga berkata, “Tolonglah saya atas diri kalian dengan menahan diri dariku, tolonglah saya atas diri saya dengan melakukan amar makruf nahi munkar dan memberikan nasihat tentang urusan kalian yang diserahkan oleh Allah kepadaku.” Umar juga berkata, “Saya meletakkan pipiku di tanah untuk pemiliki kehormatan dan yang menjaga diri.”

Semua itu bukanlah bualan kosongatau kata-kata tipuan yang disampaikan di atas mimbar. Buka juga sekedar kampanye untuk menarik perhatian orang banyak, setelah itu diikuti oleh pengkhianatan terhadap janji-janji yang telah terucap. Akan tetapi semua itu merupakan kata-kata seorang lelaki merdeka yang kerjanya lebih banyak dari ucapannya dan riwayat hidupnya tidak menyalahi slogan dan janji mereka.

Jika umar ingin menempuh jalan selain jalan petunjuk -dan itu tidak mungkin terjadi pada diri Umar- tentu dia tidak akan mampu melakukannya. Kerena dia akan berhadapan dengan umat yang proaktif yang akan menghalangi jalannya, dia akan menghadapi pihak yang terdiri dari para pembela kebenaran, pendukung keadilan, penjaga kehormatan dan kemuliaan. Mereka akan menghadapinya hingga mengembalikannya ke jalan kebenaran dan petunjuk.

Lihatlah umat yang melahirkan orang seperti Abu Ubaidah ini. Dibalik kelembutan, sifat tawadhu’, dan kezuhudannya, meski dia diangkat sebagai panglima pasukan kaum muslimin, sebagai gubernur wilayah Syam, dan menempati kedudukan terhormat di sisi Umar, semua itu tidak memalingkannya dari kewajibannya untuk menasehati Amirul Mukminin dan mengingatkannya mengenai tanggungjawab yang besar, bahwa dia akan ditanya tentang hal itu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang jabatan kekhalifahan yang diembannya apakah dia menjaganya atau melalaikannya.

Perhatikan surat berikut. Ketika sampai surat Umar kepada Abu Ubaidah memberitahukan tentang wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka Abu Ubaidah dan Mu’adz menulis surat kepada Umar yang isinya.

“Bismillahirrahmanirrahim, dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Mu’adz bin Jabal untuk Umar bin Khaththab. Salam untukmu, sesungguhnya kami memuji Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Amma ba’du, maka kami berjanji kepadamu dan urusan dirimu sangat penting bagimu. Engkau telah diangkat sebagai pemimpin umat Muhammad yang terdiri dari bermacam ras, duduk di hadapanmu musuh dan teman, orang-orang terhormat dan orang-orang biasa, orang kuat dan orang lemah, setiap mereka memiliki hak yang sama untuk memperoleh keadilan. Maka perhatikanlah apa yang seharusnya engkau lakukan wahai Umar. Kami mengingatkanmu tentang suatu hari saat segala rahasia ditampakkan, segala aib diperlihatkan, semua yang tersembunyi dimunculkan, seluruh hati menciut, seluruh wajah tertunduk di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa Yang memaksa mereka tunduk pada kekuasaan-Nya, takut akan siksa-Nya, dan berharap rahmat-Nya. Sesungguhnya telah sampai pada kami berita bahwa di kalangan umat ini ada orang yang menampakkan persaudaraan namun menyembunyikan permusuhan. Kami berlindung kepada Allah dari hal itu. Hendaknya surat kami tidak disalahpahami, kami hanya bermaksud menasehatimu dengan surat ini. Wassalam.”

Begitu mulianya kedudukan Abu Ubaidah di sisi Umar hingga dia menetapkan orang yang diangkat oleh Abu Ubaidah untuk urusan kaum muslimin dan mempertahankannya hingga masa setelah wafatnya Abu Ubaidah. Karena Umar sangat percaya pada pendapat dan pandangan Abu Ubaidah, dia pun merasa tenang dengan keputusannya dalam memilih orang-orang yang berkompeten dan pengangkatan mereka untuk jabatan publik yang mengurusi harta kaum muslimin dan negeri mereka. Ini merupakan arti lain dari sifat yang dianuhgerahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam   bahwa Abu Ubaidah adalah orang terpercaya, sanagt terpercaya. Berbagai peristiwa menegaskan kelayakan Abu Ubaidah menyandang sifat tersebut.

Ibnu Sa’ad dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa sesungguhnya Iyadh bin Ghanam –dan dia adalah Bani Fihr kerabat Abu Ubaidah- dia menetap di Syam bersama Abu Ubaidah. “Ketika Abu Ubaidah wafat, dia mengangkat Iyadh sebagai penggantinya. Iyadh adalah seorang laki-laki shalih. Ketika berita duka Abu Ubaidah sampai ke tangan Umar, dia mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berkali-kali dan sangat berduka atas wafatnya. Umar berkata, “Tidak ada yang bias menggantikannya sebagai gubernur?” Mereka berkata, “Iyadh bin Ghanam.” Maka Umar menetapkannya dan menulis surat kepadanya, “Saya mengangkatmu sebagai pengganti Abu Ubaidah, maka bekerjalah dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki Allah atasmu.”

Dalam riwayat Imam Al-Bukhari di kitab At-Tarikh Al-Awsath, “Umar berkata, “Saya tidak akan mengganti gubernur yang diangkat oleh Abu Ubaidah.”

4. Kedudukan Abu Ubaidah di mata para pemuka shahabat dan pujian mereka untuknya

Di Mekah, Abu Ubaidah hidup bersama sejumlah pembesar shahabat, kebersamaan itu berlanjut di Madinah. Mereka hidup di bawah panji Islam, mereka salaing mengetahui sifat yang lainnya, seorang shahabat member kesaksian tentang saudaranya atas apa yang dilihatnya. Maka mereka meriwayatkannya kepada umat dengan ungkapan yang indah menggambarkan sifat sekelompok manusia yang penuh berkah itu agar menjadi teladan bagi generasi berikutnya dan tersambunglah hubungan antara mereka dengan para pendahulunya sehingga mereka akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Sahabat karibku di kalangan para shahabat Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam  ada tiga, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”

Abdullah bin Amr memuji Abu Ubaidah dengan menyebutkan sifat terpuji yang dimilikinya lalu membandingkannya dengan dua orang dari pembesar shahabat, dia berkata, “Tiga orang dari Quraisy yang paling tampan wajahnya, paling bagus akhlaknya, paling pemalu, jika berbicara padamu tidak membohongimu, jika engkau berbicara padanya tidak mendustakanmu, adalah Abu Bakar, Utsman bin Affan, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”

Sedangkan Mu’adz bin Jabal yang menemani Abu Ubaidah di Madinah cukup lama dan sellau bersamanya dalam berbagai penaklukan hingga akhir hayat Abu Ubaidah, bahkan Abu Ubaidah mengangkatnya sebagai pengganti sehingga dia menjadi imam shalat setelahnya, sangat bersedih atas kematian Abu Ubaidah dan merasa kehilangan. Dia pun berpidato dihadapan manusia menyampaikan kata-kata pujian untuk sosok yang sanagt terpuji ini: “Wahai kaum muslimin, kalian pasti bersedih atas wafatnya laki-laki yang saya tidak melihat ada yang lebih baik hatinya, lebih mencintai akhirat dan lebih tulus kepada masyarakat umum dari padanya, maka kalian menyayanginya, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya dan hadirilah untuk menshalatinya.”

Ketiak orang-orang meletakkannya di liang lahat dan menimbunnya dengan tanah, Mu’adz berkata, “Wahai Abu Ubaidah, saya ingin memuji mu dan saya tidak mengatakan sesuatu yang batil karena saya takut akan terkena murka Allah. Demi Allah, engkau termasuk orang yang banyak mengingat Allah, yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati, jika disapa oleh orang jahil membalas dengan ucapan yang baik. Engakau termasuk orang-orang yang dalam membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak pula kikir, melainkan di antara keduanya. Demi Allah engkau termasuk orang-orang yang tawadhu’, menyayangi anak yatim dan orang miskin, dan membenci para pengkhianat dan orang-orang yang sombong.”

Mu’adz bin Jabal lalu mengirim surat kepada Amirul mukminin Umar memberitahukan wafatnya Abu Ubaidah dan memnyampaikan ungkapan duka cita atasnya. Dia menulis, “Untuk hamba Allah Umar, Amirul Mukminin dari Mu’adz bin Jabal. Assalamu’alaik, sesungguhnya saya memuji Allah yang tidak adaTuhan yang berhak di sembah selain Dia, amma ba’du, Kita telah kehilangan seorang yang telah menjadi kepercayaan Allah, sangat mengagungkan Allah, dan sangat saya dan engkau sayangi, yaitu Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, semoga Allah mengampuni dosanya, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kepada Allah kita percayakan dia.”

Mari kita renungkan sikap Sang pedang Allah, tuan berbagai penaklukan dan panglima besar sepanjang sejarah, Abu Sulaiman Khalid bin Walid. Kisah tentangnya bersama Abu Ubaidah sangat luar biasa. Khalid bin Walid Radiyallahu anhu cukup lama menjadi komandanpasukan penaklukan, sementara Abu Ubaidah dan yang lainnya berada dibawah kepemimpinannya. Ketika datang surat penurunan dirinya, dia pun bergabung di bawah kepemimpinan Abu Ubaidah, mendengar kata-katanya, member saran kepadanya, dan berjihad untuk Allah dan di jalan Allah!

Bahkan Khalid bin Walid mengakui kelebihan Abu Ubaidah dan menceritakan kepada semua orang tentang pujian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  kepadanya. Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab At-Tarikh Al-Awsath, begitu juga Al-Khathib. Ibnu Asakir dalam kitab tarikh keduanya, dari pembesar shahabat Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Saya merupakan salah seorang anggota pasukan Khalid bin Walid yang diutus untuk memperkuat pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang sedang mengepung penduduk Damaskus. Abu Ubaidah berkata kepada Khalid bin Walid, “Silakan engkau menjadi imam, engkau lebih berhak, engkau datang kepadaku untuk memperkuat pasukan.” Khalid bin Walid berkata, “Saya tidak mungkin menjadi imam di hadapan seseorang yang saya mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam , bersabda “Bagi setiap umat ada orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.”

Mari kita teladani para pemilik jiwa besar dan akhlak mulia serta riwayat hidup yang bersih itu. Sungguh luar biasa prinsip yang mereka dididik dengannya, dan madrasah yang mereka lulus darinya.

Mereka sungguh beruntung ketika mau mendengar dan menaati para penakluk yang baik. Langkah yang mereka tempuh akan mencapai kebahagiaan selama mereka berjalan di jalan mereka yang bersih. Sebaliknya mereka akan celaka jika berpaling dari prinsip tersebut. Upaya yang mereka lakukan untuk memalingkan generasi ini dari sejarahnya dan memutus hubungan antara masa kini dengan masa lalunya merupakan upaya yang sangat jahat.

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.