Categories
Abu Ubaidah

Biografi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah : Mujahid Terpercaya, Penakluk Wilayah Syam (Seri 8)

F. Mujahid Terpercaya, Penakluk Wilayah Syam

Abu Ubaidah Radiyallahu Anhu hidup bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam   sebagi orang kepercayaan atas agama, risalah, ajaran, dan umatnya. Dia pun hidup sepeninggal Rasulullah sebagai orang terpercaya. Maka benar-benar terbuktilah ucapan Nabi tentangnya. Dia mengemban tanggungjawab yang diberikan kepadanya dalam segala situasi, ketika dia menjadi anggota pasukan, pemimpin sekelompok kecil mujahidin, komandan pasukan, atau panglima besar tentara! Dia senantiasa menjadi orang terpercaya dalam semua kondisi tersebut.

Banyak faktor yang membentuk kepribadian Abu Ubaidah. Semua bergabung dalam dirinya untuk menentukan manhaj yang ditempuhnya dalam merealisasikan sebuah tujuan yaitu menolong agama Islam dan menyampaikan risalahnya. Ada beberapa kunci yang dapat membuka sisi tersembunyi dari kepribadiannya untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk sisi luar biasa pada perjalanan hidupnya dan upayanya dalam merealisasikan tujuan mulia yang ditetapkannya.

Kunci pertama adalah sesungguhnya Abu Ubaidah tidak memasuki kancah penaklukan pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar Al-Faruq tanpa pelatihan dan persiapan. Dia tidak memasuki kancah pertempuran dengan tanpa mengetahui taktik dan strategi untuk memenangkannya atau menyelamatkannya dari situasi sulit. Sebaliknya dia sangat mengerti dan memahami strategi peperangan, dia ikut bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam seluruh peperangan yang dilakukan, memperoleh penghargaan sebagai ahli Badar yang tidak ada tandingannya, dia tetap bertahan bersama sekelompok kecil pasukan pada perang Uhud dalam situasi yang sangat menggetarkan hati, bahkan dia ikut berperan dalam perang Ahzab yang digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai situasi yang paling sulit, “Di situlah diuji orang-orang mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang dahsyat.” (QS. Al-Ahzab [33]: 11). Dia juga ikut mengulurkan tangan kanannya pada tangan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada Bai’atur Ridhwan, diangkat oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai pemimpin pasukan tanpa baju besi pada saat Fathu Makkah, ikut serta dalam perang Hunain, begitu juga dalam perang Tabuk yang disebut oleh Allah Ta’ala sebagai saat tersulit.

Di samping itu, Abu Ubaidah memperoleh kepercayaan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam   karena dia menguasai urusan peperangan dan sangat baik dalam memimpin pasukan. Maka beliau mengutusnya sebagai pendukung pasukan Amr bin Ash dalam perang Dzatus Salasil. Di bawah komandonya terdapat pemuka shahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar, termasuk dua orang pemimpin kaum muslimin, Abu Bakar dan Umar.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga mengutusnya sebagai pemimpin pasukan pengintai ke Siful Bahr. Dia dan pasukannya mengalami kelaparan. Sebagaimana ras mengutusnya dalam pasukan lain menuju Dzil Qashshah.

Semua itu adalah pengalaman Abu Ubaidah dan masa lalunya yang luar biasa di medan Jihad dan penyebaran dakwah. Dia berada di barisan terdepan pasuka Islam. Dalam berbagai peristiwa tersebut dia termasuk orang-orang yang mampu menguasai diri dan keadaan tidak pernah luntur semangatnya, serta tidak pernah kehabisan akal dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian yang sulit sekalipun.

Kunci kedua pada sosok jihad Abu Ubaidah adalah kesungguhannya dalam berjihad dan membela agamanya dan kemuliaan umatnya. Sepanjang perjalanan jihadnya Abu Ubaidah senantiasa berjalan dibawah panji Islam, mengangkatnya dengan tangan kanannya dan berjuang agar panji tersebut tetap berkibar. Dalam situasi itu dia tidak mempedulikan dirinya, yang dipikirkan hanyalah kewajiban yang diembannya sebagai tentara yang mana di pundaknya terletak kemuliaan umat dan kewajiban penyebaran dakwah. Maka engkau akan menyaksikannya ketika menjadi tentara dia berbuat layaknya komandan, dan ketika menjadi komandan dia tidak tampak berbeda dengan tentara biasa karena sifat tawadhu’nya.

Ketika Amr bin Ash meminta tambahan pasukan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam   dalam perang Dzatus Salasil, maka beliau mengirim Abu Ubaidah bersama 300 pasukan dari kalangan shahabat. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam   berpesan apabila dia bertemu dengan Amr, hendaklah mereka berdua bersatu. Sesampainya di sana, pasukan Abu Ubaidah berkata, “Abu Ubaidah yang menjadi komandan.”Namun Amr menolak dengan alasan bahwa Abu Ubaidah datang sebagai pasukan pendukung. Abu Ubaidah pun segera mundur, sebelum setan mempengaruhinya. Dia berkata kepada Amr dan mengumumkannya di hadapan seluruh pasukan, “Saya akan mematuhimu. Engkaulah pemimpin pasukan!”

Di hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau menyerahkan panji pada Usamah bin Zaid untuk memimpin pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Abu Bakar As-Shiddiq mengirim pasukan ini paska wafatnya Rasulullah. Pasukan pun bergerak menuju Yordania, dan Usamah memimpin para pembesar shahabat, di antaranya Abu Ubaidah yang memiliki banyak kelebihan di banding Usamah. Namun Abu Ubaidah patuh di bawah kepemimpinan Usamah meski dia masih amat muda.

Inilah Abu Ubaidah di bawah komando Khalid bin Walid yang memimpin pasukan Islam di salah satu pertempuran pada masa Abu Bakar. Abu Ubaidah sendiri menjadi komandan pasukan dibawah kepemimpinan Khalid. Maka dia mematuhi Khalid, menyampaikan nasihat padanya, dan mengerahkan segenap kemampuannya dalam berperang. Ketika Khalid Abu Bakar wafat, Umar menggantikan posisinya. Maka dia menurunkan Khalid bin Walid dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai pengganti. Dengan demikian Khalid berada di bawah kepemimpinan Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyembunyikan berita tersebut hingga pertempuran usai dan pasukan kaum muslimin memenangkan pertempuran. Barulah dia member tahu Khalid tentang surat itu dan tetap mengakui keutamaannya dan mendengar saran pendapatnya. Abu Ubaidah tidak memutuskan sesuatu tanpa bermusyawarah dengannya.

Kunci ketiga dari keberhasilan sosok Abu Ubaidah menjadi sandaran dua pemimpin kaum muslimin adalah ketergantungan yang penuh terhadap Allah Ta’ala dan senantiasa tersambungnya dia dengan Rabbnya.

Maka semua rintangan dan halangan menjadi tidak berarti bagi Abu Ubaidah. Dia memasuki kancah pertempuran, menghadapi pasukan musuh berbekal iman yang mendalam, keimanan yang mantap, persiapan yang cukup, dan tawakkal penuh serta berharap mendapat pertolongan Allah dalam menghadapi musuh yang jumlahnya sangat banyak tapi tidak mendapat dukungan dari langit.

Yang mengikuti perjalanan jihad dan gerakan penaklukan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah serta berbagai situasi besar yang ditorehkannya pada masa Abu Bakar dan Umar selam tujuh tahun, akan menemukan tiga kunci tersebut sangat nampak jelas pada dirinya dan tidak memerlukan tambahan penjelasan dan pembahasan lagi.

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.