Categories
Thalhah Bin Ubaidillah

Biografi Sahabat Nabi, Thalhah Bin Ubaidillah : Masa Kecil, Remaja, dan Masuk Islam (Seri 1)

A. Masa Kecil, Remaja, dan Masuk Islam

1. Nama, Nasab, Penisbatan, dan Julukannya

Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah, Al-Qurasyi At-Taimi Al-Makki dan Kemudian Al-Madani.

Julukannya Abu Muhammad, dengan ini ia dipanggil oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat.

Nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay, dan dengan nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq pada Taim bin Murrah. Mereka berdua berasal dari Kabilah Taim.

Adapun garis keturunan inilah shahabat mulia, Thalhah berasal. Dan ia lahir di negeri Islam. Dan tempat yang terbaik di bumi. Ia pertama kali membuka matanya dan melihat dunia ini dalam naungan Baitul Atiq, Ka’bah. Disanalah pertama kali ia mendongakkan kepalanya melihat langit dan menerima cahaya dan kebaikannya, dan ia pun menyatakan berlepas diri dari segala hal yang berkaitan dengan penyembahan berhaka dan mensucikan dirinya dari hal tersebut. Ia hanya menerima kemurnian tauhid. Maka ia pun menunggu kabar langit dan membuka kedua tangannya untuk menerima kebenaran wahyu yang mulai turun dan membawa akidah yang berdasarkan kepada keikhlasan ibadah hanya untuk Alllah, dan mencampakkan semua sesembahan selainnya.

Hari-hari pun berganti, siang dan malam datang silih berganti, dan kemudian menjadi hitungan tahun. Thalhah mulai tumbuh di lingkungan kota Mekah, dan ia menerima berbagai kelebihan yang ada di sana, mulai dari keturuna yang baik, keluarga yang mulia, dan kaum kerabat yang terhormat.

Dari garis keturunan dan hubungan kerabat yang ia miliki, ia dikelilingi oleh sosok terbaik dan sangat terhormat di kalangan Quraisy, baik pada masa jahiliyah maupun Islam. Ayahnya berasal dari kabilah Taim Quraisy. Dan tampaknya ia telah wafat pada masa jahiliyah, karena tidak ada satupun riwayat yang menceritakan tentang sikapnya pada saat kedatangan Islam. Ibunya adalah Ash-Sha’bah binti Al-Hadhrami, saudari Al-Ala’ bin Al-Hadhrami, seorang shahabiyah mulia yang masuk Islam dan ikut berhijrah. Pamannya Amru bin Utsman juga masuk Islam, hijrah ke Madinah, dan ikut dalam perang Qadisiyah. Lalu neneknya dari garis ibunya adalah Atikah binti Wahab bin Abdu bin Qushay bin Kilab, dan Wahab bin Abdu adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab mengurus makanan jamaah haji. Thalhah merupakan ipar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam melalui empat istrinya Thalhah menikahi Ummu Kultsum binti Abu Bakar yang merupakan saudari dari Aisyah Ummul Mukminin, dan Hamnah binti Jahsy yang merupakan saudari dari Ummul mukminin Zainab, lalu Rafa’ah binti Abu Sufyan yang merupakan saudari dari Ummul mukminin Habibah, dan Qaribah binti Abi Umayyah yang merupakan saudari dari Ummul mukminin Ummu Salamah. Dan ia juga menikahi Khaulah binti Qa’qa’ bin Mu’id, yang dijuluki aliran sungai Eufrat karena kedermawanannya!

Ia mempunyai keturunan yang banyak, di antara putra-putranya yang terkenal adalah Muhammad bin Thalhah yang bergelar As-Sajjad (yang banyak bersujud), Musa, dan Isa, mereka semua adalah tokoh-tokoh terhormat. Dan di antara putri-putrinya yang menonjol adalah Aisyah binti Thalhah, kakeknya adalah Abu Bakar, dan ayahnya adalah Thalhah, dan ia merupakan wanita paling berpengaruh di zamannya. Lalu ummu Ishaq yang dinikahi oleh Husain bin Ali, dan kemudian dinikahi oleh adiknya, Husain.

Ini Cuplikan tentang garis keturunan Thalhah yang mulia, dan kekerabatan yang terhormat melalui istri-istrinya, yang menunjukkan tentang tingginya kedudukannya, dan kemurnian lingkungan keluarnya, sejak kelahirannya hingga masa dewasa, dan kemudian membangun keluarganya sendiri.

2. Sifat dan kepribadiannya

Jikalau seseorang mempunyai keberuntungan tersendiri dengan namanya, maka Thalhah telah mendapatkan yang terbaik dan tertinggi dari keberuntungan tersebut.

Ath-Thalhu, merupakan bentuk jamak dari Thalhah dan nama ini diberikan untuk laki-laki. Dan ia merupakan sebuah pohon di wilayah Hijaz yang tumbuh di dalam lembah pada tanah yang keras, subur, dan sulit dijangkau. Pohon ini mempunyai batang yang besar, daun yang lebat, sangat hijau, dahannya keras, dan mempunyai daya perekat yang terbaik. Pohon ini tinggi sehingga serin digunakan sebagai tempat berteduh para musafir dan unta-unta mereka, batang pohonnya sangat besar sehingga tidak bisa dipeluk oleh satu orang laki-laki, mempunyai dahan-dahan yang besar dan panjang sehingga melambai kea rah langit. Ia juga mempunyai duri yang besar dan panjang, namun tidak membahayakan, sehingga duri-duri ini banyak dimakan oleh unta.

Bagi yang pernah membaca perjalanan hidup Thalhah, ia akan menemukan banyak sifat dan ciri-ciri yang sesuai dengan pohon tersebut, baik dalam hal kekuatannya, ketegarannya, kebaikannya, keutamaannya, dan juga manfaat yang dipetik orang lain darinya!

Ia dilahirkan di pusat wilayah Hijaz, tumbuh di padang pasirnya, dan berkembang dalam naungannya. Ia mempunyai tubuh yang kuat dan kokoh, tegar, memiliki hati yang tak tergoyahkan. Ia merupakan pribadi yang dermawan, tangannya senantiasa terulur memberikan bantuan, dan sangat baik hati. Ia tak ragu menempuh kesulitan dalam menghadapi musuh-musuh Allah. Tidak ada lawan yang ditakutinya, dan ia tak gentar menghadapi kebisingan dan kerasnya medan pertempuran. Ia menghabiskan hartanya demi kebaikan dan membela Islam serta menolong mereka yang membutuhkan. Ia juga melibatkan dirinya dalam banyak medan jihad dan melindungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan membela dakwahnya serta menyebarkan risalahnya. Ia bagaikan pohon Ath-Thalhu dalam kekokohannya, kedermawanannya, dan banyaknya manfaat yang ia berikan sehingga tidak ada yang menandingi kedermawanannya. Sungguh ayahnya sangat tepat ketika memilihkan nama ini untuknya.

Ketampanan dan keindahan tubuhnya menjadi keistimewaan lain bagi kepribadiannya. Sehingga terkumpul dalam dirinya ketampanan dan kemuliaan pekerti. Putranya, Musa bin Thalhah menggambarkannya sebagai berikut, “Thalhah bin Ubaidillah mempunyai kulit putih kemerah-merahan, tingginya sedang dan cenderung agak pendek, dadanya bidang, kedua bahunya lebar, dan jika ia menoleh, ia akan menggerakkan semuanya. Kakinya besar, wajahnya tampan, batang hidungnya ramping, jika berjalan ia bergegas, dan ia tidak pernah mengubah warna rambutnya.”

Dan pada bagian akhir ia menggambarkan, “Rambutnya lebat, tidak terlalu keriting dan juga tidak lurus.”

Dapat dilihat bahwa pada sebagian ciri-ciri ini ia mirip dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

3. Pertumbuhannya dan Keislamannya

Remaja ini tumbuh dan berkembang di Mekah dan lingkungan sekelilingnya, hingga ia menjadi kuat dan pola pikirnya mulai terbentuk sempurna. Ia tumbuh bersama-sama dengan teman-teman seusianya seperti Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Mereka bertiga sangat dekat, dan ketika cahaya wahyu mulai terbit dan turun kepada hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Thalhah baru berusia lima belas tahun, yang berarti bahwa ia masih sangat remaja dan baru akan memasuki tahap kedewasaannya. Pikirannya tidak pernah terkontaminasi oleh keburukan jahiliyah, hatinya juga tidak pernah tertarik kan akidah mereka, dan ia juga tidak tertarik untuk mengikuti kebiasaan nenek moyangnya. Dalam hal ini ia tidak berbeda dengan banyak remaja yang belum memasuki kancah kehidupan yang dihiasi dengan berbagai macam akidah, ritual keagamaan, dan aneka bentuk ibadah yang ada. Ia masih menapaki langkah-langkah awal dari jalan kehidupan yang amat panjang.

Saat itu, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dikenal sebagai orang yang menjauhi akidah Quraisy dan berbagai kebathilan mereka. Ia seolah mempresentasikan suatu gambaran yang bersih suci dalam lingkungannya, dan bukan sebagai gambaran dari lingkungan tersebut. Jalan yang di ambilnya telah menarik perhatian sejumlah orang. Kemuliaan akhlaknya juga telah dikenal luas, dan bahkan ia dijuluki Ash-Shadiq Al-Amin (yang jujur dan terpercaya). Thalhah pun telah mendengar tentang hal itu, namun ia tidak tahu banyak tentang Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sebelum kenabiannya, karena jarak umur yang cukup jauh di antara mereka yaitu sekitar dua puluh lima tahun. Dan ini tentunya berpengaruh kepada pola fikir dan cara hidup mereka, juga pada hal-hal yang berkaitan dengan minat, kecenderungan, dan cita-cita serta tujuan hidup yang ingin dicapai.

Percikan pertama yang memberikan cahaya pada langit jiwa dari remaja ini adalah ketika ia tengah berada di negeri Syam. Saat itu ia dalam suatu perjalanan dengan para pedagang menuju Bushra. Saat itu, api nuraninya, serta kobaran keingintahuan di dalam hatinya telah dinyatakan oleh seorang rahib yang merupakan salah satu dari rahib terbaik di negeri itu yang mengetahui ciri-ciri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan juga saat kemunculannya serta tempat ia akan diutus.

Thalhah menceritakan kepada kita tentang peristiwa tersebut, sebagimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, Al-Hakim, Ibnu Asakir, dan yang lainnya, dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah berkata, “Thalhah bin Ubaidillah telah bercerita, “Aku berada di pasar Bushara ketika seorang rahib berkata dari dalam biaranya, “Tanyalah orang-orang yang datang pada musim ini, adakah diantara mereka yang berasal dari tanah haram?” Thalhah berkata, “Maka aku berakata, “iya, saya berasal dari sana.” Lalu rahib itu bertanya, “Apakah Ahmad telah hancur?” Aku berkata, “Siapa Ahmad?” dia menjawab, “Putra Abdullah bin Abdul Muthalib, ini adalah bulan kemunculannya, di adalah Nabi terakhir, ia akan muncul dari tanah haram, dan akan hijrah ke suatu tempat yang memiliki banyak pohon kurma, berbatu, dan banyak rawa, maka jangan sampai engkau didahului oleh orang lain! Thalhah berkata, “Ucapannya meninggalkan bekas di hatiku, Maka aku segera pergi dan sampai di Mekah aku bertanya, “Adakah yang yang terjadi?” Orang-orang menjawab, “Ya, Muhammad bin Abdullah Al-Amin mengaku sebagai Nabi, dan ia telah diikuti oleh Ibnu Quhafah.” Ia berkata, “Maka aku segera pergi menemui Abu Bakar, dan berkata, “Apakah engkau telah mengikuti laki-laki ini?” ia menjawab, “Ya, maka segeralah pergi menemuinya, dan ikutilah dia, sesungguhnya ia menyeru kepada kebenaran.” Kemudian Thalhah memberitahunya tentang apa yang telah dikatakan oleh sang rahib. Mendengat itu Abu Bakar segera berangkat bersama Thalhah menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan Thalhah masuk Islam, lalu ia juga memberitahu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang ucapan sang rahib, dan beliau gembira mendengarnya.”

Meskipun pengetahuan Thalhah tentang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik tentang pertumbuhannya, budi pekertinya, akhlaknya, dan kelebihan-kelebihannya sangat sedikit, dan tidak cukup untuk membuat nya yaking tentang perkara yang begitu agung, namun remaja yang cerdas ini tidak ingin menyimpang dari jalannya. Ia juga tidak meremehkan apa yang diucapkan oleh sang rahib, dan tidak menganggapnya remeh dan menunggu hingga perkara tersebut telah menyebar dan menjadi pembicaraan seleuruh kalangan. Ia juga tidak begitu saja beriman kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan membenarkan apa yang dibawanya tanpa melihat dahhulu tentang latar belakang kehidupannya.

Remaja ini telah dianugerahi oleh Allah sebuah akal yang cerdas, hati yang tajam, serta pemikiran yang tepat. Hal ini mulai terlihat ketika ia bertemu dengan rahib tersebut, dan terus menjadi bagian dari kepribadiannya sepanjang hidupnya. Ia memikirkan tentang perkara yang agung tersebut, menggunakan ketajaman pikirannya, dan berusaha melihatnya dari banyak sudut pandang. Maka kemudian ia berkesimpulan untuk menanyakan hal itu kepada orang yang paling dapat ia percaya, orang yang paling tepat untuk menerangkan tentang hal-hal yang membingungkan, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Salah satu kerabat terdekat nya dari Bani Taim, yang paling terkemuka dari kaumnya, dan merupakan orang yang paling mengenal Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan paling dekat dengannya. Ia juga orang yang paling mengenal sifat-sifat dan perjalanan hidupnya, dan tentunya orang yang paling jujur yang dapat memberitahukan tentang segala hal yang berkaitan dengannya.

Maka Begitu Thalhah sampai di Mekah dari Bushra, dan mendengar berita tentang kenabian Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan bahwa Abu Bakar telah membenarkan dan mengikutinya, ia segera mendatanginya. Ia melangkah kakinya menuju rumah Abu Bakar, dan masuk menemuinya, dan berkata, “Ya, Maka segeralah pergi menemuinya, dan ikutilah dia, sesungguhnya ia menyeru kepada kebenaran.”

Adapun Abu Bakar, maka sejak detik pertama dari keislamannya, ia telah membebankan di pundaknya kewajiban untuk menyampaikan apa yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka ia pun segera menyeru mereka yang ia percayai dan dapat memperkuat kelangsungan dakwah. Keinginan Ash-Shiddiq ini bertepatan dengan kedatangan Thalhah dari Syam dengan membawa sebuah berita menarik yang menyuruhnya untuk mengikuti Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan Abu Bakar lah yang menjadi perantara bagi Islamnya Thalhah.

Berita ini diperkuat, dan disempurnakan oleh riwayat dari Imam Muhammad bin Ishaq yang juga menerangkan dari sisi lain dari kisah di atas, ia berkata, “Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia menunjukkan keislamannya. Dan menyeru kepada Allah dan Rasullnya Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Bakar adalah seorang yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba mudah. Paling mengenak nasab Quraisy, memahami dengan baik seluk beluk kabilah itu, yang baik maupun yang jahat. Ia adalah seorarng pedagang, dan berakhlak mulia. Dia sering didatangi oleh orang-orang dari kaumnya untuk masalah yang berbeda-beda. Baik itu karena pengetahuannya, karena perdagangannya, ataupun juga karena kerahamahannya dalam bergaul. Maka ia pun mengajak mereka yang ia percaya dari kaumnya kepada Islam, terdiri dari mereka yang sering bergaul dengannya, sehingga masuk Islamlah karena seruannya orang-orang seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhum. Saat mereka menerima ajakannya, ia membawa mereka kehadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau menawarkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur’an, menerangkan tentang kebenaran Islam, dan merekapun beriman. Merekalah delapan orang yang paling pertama masuk Islam. Mereka membenarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan mengimani apa yang beliau bawa dari Allah.”

Dan sejak detik pertama, Thalhah melangkahkan kakinya pada jalan yang benar, dan bergabung dengan kelompok Islam yang pertama, yang merupakan cikal bakal dari masyarakat muslim, dan titik awal dakwah, serta titik tolak dari penyampaian risalah kepada seluruh alam.

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.