Categories
Zubair bin Awwam

Biografi Sahabat Nabi, Zubair bin Awwam : Bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam (Seri 2)

B. Bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam

1. Bergabung dengan Kafilah Dakwah dan Menanggung Cobaan

Zubair dengan beberapa pemuda lain bersegera menyatakan keimanan kepada dakwah Islam. Mereka segera menjadi tameng yang kokoh baginya, dan tangan kanan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dalam menyebarkannya. Melindungi dan menerima petunjuk dari agama yang baru lahir ini. Dan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mampu memberikan kesan yang mendalam kepada para pemuda dan pemudi yang telah siap untuk menerima kebenaran, dan mempunyai fitrah yang masih murni bagaikan cermin tanpa karat. Belum tercemarkan oleh kotornya tradisi animism yang diwarisi dari kehidupan jahiliyah dengan berbagai keburukannya. Beliau membimbing mereka dengan hikmah dan keyakinannya serta tekad yang kuat menuju kepada kebenaran, hidayah, cahaya, serta kehormatan dan kemuliaan.

Kelompok pertama inilah yang kemudian membentuk komunitas masyarakat muslim di Mekah, tepat di tengah kekacauan dan krisis yang melanda. Merekalah titik awal dakwah yang memancarkan cahayanya di pelosok Mekah yang kemudian menyinari seluruh penjuru jazirah arab.

Adapun mereka yang menyambut seruan Allah dan Rasul Nya Shallallahualaihi wa Sallam ini bukanlah berasal dari golongan fakir miskin, orang-orang lemah, para budak, ataupun kabilah-kabilah yang terpinggirkan di Mekah. Namun berasal dari suku Quraisy yang utama, putra-putra dari kabilah-kabilah terhormat Quraisy dan pemuda-pemuda pilihan mereka. Sedikit yang berasal dari kabilah kecil yang mempunyai perjanjian dengan Quraisy, dan sangat sedikit sekali yang berasal dari golongan fakir miskin dan orang-orang lemah.

Ini terbukti dari nama-nama mereka yang terukir dengan indah dalam kitab-kitab sejarah dan riwayat dari para penutur sirah nabawiyah, yang mencantumkannya dalam kitab-kitab karya mereka lengkap dengan nasab keturunan mereka secara detail dan mengagumkan.

Landasan dakwah pun menjadi kokoh. Dan orang-orang mulai berdatangan masuk ke dalam agama ini. Para pemuda dan pemudi, yang merdeka dan budak, laki-laki dan perempuan, mengarungi jalannya di laut yang dipenuhi badai kemusyrikan, tanpa mempedulikan banyaknya cobaan dan penderitaan. Jiwa orang-orang yang beriman pun menyatu, menguatkan tekad mereka, memunculkan kepribadian yang menonjol dan tegar. Hal ini semakin menimbulkan kebencian yang mendalam dalam diri pemuka-pemuka Quraisy dan melecutkan mereka untuk semakin menumpahkan berbagai siksaan kepada anak-anak dan saudara-saudara yang beriman.

Adapun Zubair bisa selamat dari kekerasan seorang ayah dan larangannya untuk mengikuti agama yang baru tidak lebih karena ayahnya telah lama meninggal. Begitupula ia terbebas dari penolakan seorang ibu dan usaha menghalanginya dari memeluk Islam, karena ibunya pun masuk Islam tidak lama setelah keislamannya. Otomatis tidak ada halangan dari dalam keluarga kecilnya. Namun ia tidak dapat terhindar dari siksaan keluar besarnya yang terus mempertahankan agama nenek moyang mereka yang secara perlahan mulai sekarat.

Al-Hakim dan lainnya meriwayatkan dari Urwah bin Zubair, “Suatu ketika pamannya memaksanya untuk duduk di atas sebuah tikar, lalu ia membakar tikar tersebut dan berkata, “Kembalilah kepada kekufuran,” dan Zubair menjawab, “Aku tidak akan kembali kafir selamanya!”

Ini merupakan sebuah metode penyiksaan gaya baru yang diciptakan oleh pamannya Zubair. Ia menyiksanya dengan kobaran api yang panas menyala, dan menyesakkan nafasnya dengan asap yang begitu tebal. Namun ia hanya mendapati kesabaran dan keteguhan hati Zubair, seakan panasnya api justru semakin memurnikannya dari kelemahan jiwa, untuk kemudian muncul bagikan emas murni. Zubair menganggap usaha pamannya sebagai satu hal yang kecil, dan ia membalasnya dengan mengatakan, “Aku tidak akan kufur selamanya!!”

Inilah buah pertama dari pendidikan unggul yang diberikan oleh Shafiyyah binti Abdul Muththalib Radhiyallahu Anha yang mengasuh Zubair sendiri mempunyai persangkaan yang baik terhadap dakwah Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam sejak pertama kali menginjakkan kakinya dengan tekad yang teguh dalam kafilah dakwah tersebut.

Ia beriman kepada Allah dan Rasulnya Shallallahualaihi wa Sallam murni dengan keinginannya sendiri dan dengan kesempurnaan akalnya. Ia mendengarkan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam membaca Al-Qur’an dengan indah, yang menghidupkan jiwanya, membahagiakan ruhnya, dan menerangi akalnya. Cahaya iman pun menyinari hatinya. Akankah ia tinggalkan segala kenikmatan dan kemewahan yang justru mencampakkannya ke dalam gelapnya kemusyrikan, kebodohan animism, serta kepalsuan mereka yang mengaku berpegang kepada agama nenek moyang?! “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga ia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang Kafi terhadap yang mereka kerjakan” (QS.Al-An’am [6]:122).

Pemuda itu telah masuk ke dalam taman Islam. Tidak menjadi masalah apa yang akan dihadapinya di sepanjang pagar taman tersebut dari duri-duri yang akan menggores tubuhnya. Ia akan menghadapi itu semua dengan keteguhan tekad dan terus melangkah di jalan Allah dengan penuh keyakinan, takkan tergoyahkan.

2. Cinta dan Pembelaannya kepada Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam

Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam tidak terlepas dari siksaan kaum Quraisy. Beliapun ikut menanggung hasil dari kebodohan kaumnya. Dan Allah melindungi beliau melalui pamannya, Abu Thalib yang setia membelanya.

Suatu ketika tersiar kabar bahwasanya Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam telah ditangkap dan disiksa. Berita inipun sampai ke telinga Zubair, yang begitu muda dan penuh keimanan. Seketika itu juga dia mengambil pedangnya dan segera menghunusnya untuk melindungi Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan menghindarkannya dari siksaan apapun.

Abu Nu’aim meriwayatkan dalam Dala’il An-Nubuwwah, juga Ibnu Asakir dan Ibnul Jauzi, sebuah riwayat yang akan memperjelas kisah tadi, dan menambah kekaguman akan pembelaan Zubair. Mereka meriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab, “Sesungguhnya orang yang pertama kali menghunus pedangnya di jalan Allah adalah Zubair. Suatu hai ketika ia sedang tidur siang, ia mendengar suara yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam telah di bunuh. Zubair segera keluar dengan pedang terhunus. Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bertemu dengannya dan bertanya, “Ada apa denganmu wahai Zubair?” Dia berkata, “Wahai Rasulullah , aku mendengar bahwa engkau telah dibunuh.” Rasul berkata, “Lalu apa yang akan kau lakukan?” di menjawab, “Demi Allah, sungguh aku akan membunuh seluruh penduduk Mekah.” Kemudian Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mendoakan kebaikan baginya.

Ibnu Al-Musayyab berkata, “Dan pada hari itu Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mendoakan kebaikan baginya, dan sungguh Allah tidak menyia-nyiakan doanya.”

Dan begitulah yang terjadi. Pedang yang telah dihunus oleh Zubair pada hari-hari pertama kemunculan dakwah, terus terhunus di jalan Allah, selalu ada setiap kali kesusahan menimpa Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam.

Doa Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam yang penuh berkah ini telah memberikan jaminan baginya dalam menghadapi berbagai peristiwa di kemudian hari. Berbagai pertempuran dan peperangan yang diikutinya menjadi bukti atas kebenaran hal itu. Juga pertandingannya melawan banyak tokoh musuh serta kepahlawanannya dalam membela agama Allah dan melindungi Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam. Ini terus berlanjut sampai akhirnya ia berjumpa dengan Tuhannya.

Dengan peristiwa yang mengagumkan tadi, Zubair terkenal sebagai orang pertama yang menghunus pedang di jalan Allah.

3. Persaudaraannya di Mekah dengan Abdullah bin Mas’ud

Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam sangat intens dalam menyatukan shahabat-shahabatnya. Memperkuat rasa cinta di antara mereka, serta memperkokoh rasa saling tolong menolong di antara sesame muslim. Maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mempersaudarakan antara shahabatnya di Mekah masing-masing berdua. Persaudaraan ini bukanlah untuk memunculkan sesuatu yang belum ada di antara umat Islam, karena persaudaraan dalam Islam pada dasarnya telah ada di antara mereka. Namun ini adalah untuk lebih mempertegas dan supaya tingkat persaudaraan tersebut bisa mencapai level tertinggi yang berlandaskan kepada Islam.

Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitab Zadul Ma’ad “Rasulullah mempersaudarakan di antara sesama muhajirin sebelum mereka hijrah. Persaudaraan yang belandaskan kebenaran dan rasa saling mengasihi. Abu Bakar dipersaudarakan dengan Umar, Hamzah dengan Zaid bin Haritsah, Utsman dengan Abdurrahman bin Auf, dan Zubair dengan Abdullah bin Mas’ud.

Al-Hakim meriwayatkan dari Urwah, “Zubair masuk Islam dan turut hijrah ke Habasyah dua kali. Dan tidak pernah absen dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam. Dan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mempersaudarakannya dengan Abdullah bin Mas’ud.”

 

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.