Categories
Umar Bin Khaththab

Biografi Sahabat Nabi Umar Bin Khaththab: Pengangkatannya sebagai khalifah (Seri 4)

D. KEKHALIFAHAN UMAR, KEBIJAKAN DAN PERAN-PERAN PENTINGYANG DILAKUKANNYA

1. Pengangkatannya sebagai khalifah dan latar belakangnya
Umar menjadi khalifah berdasarkan keputusan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan disetujui oleh kaum muslimin. Mereka membaitnya secar umum di masjid. Umar pun menerima amanah kekhalifahan itu meski dia tidak menyukainya. Dia naik ke atas mimbar Nabi, namun dirinya menolak untuk berdiri persis di tempat Abu Bakar berdiri dan hal itu disampaikan terus terang kepada semua orang. Umar berkata, “Allah tidak melihatku menganggap diriku berhak menempati majlis Abu bakar.” Maka dia menuruni satu anak tangga mimbar.
Kemudian dia menghadap ke kaum muslimin dan memulai pidatonya, “Wahai manusia, sesungguhnya saya diangkat sebagai pemimpin kalian. Seandainya bukan karena adanya harapan agar saya menjadi yang terbaik untuk kalian, yang terkuat atas kalian, dan yang paling kuat memikul urusan kalian, saya tidak akan bersedia , menjadi pemimpin kalian. Cukuplah bagi Umar untuk menunggu hisab.

Jika saya tahu bahwa ada orang lain yang lebih kuat memikulnya daripada saya, tentu saya dimajukan dan dipenggal leher saya, lebih saya sukai daripada saya menjadi pemimpinnya.”

Umar melanjutkan, “Sesungguhnya Allah memuji kalian dengan diangkatnya saya sebagai pemimpin dan menguji saya dengan kalian. Allah menetapkan saya atas kalian setelah dua sahabatku tiada. Demi Allah, tidaklah datang padaku sesuatu dari perkara kalian, lalu seorang selain aku mengurusnya, dan tidaklah sesuatu itu tak tampak olehku, lalu saya tidak memberikan balasan yang setimpal dan tidak amanah, Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau mereka melakukan kejahatan, terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka.”

Kemudian Umar menengadakan tangannya untuk berdoa dan meminta kaum muslimin untuk mengamini. Umar berdoa, “Ya Allah, saya ini sungguh keras, maka lunakkanlah hatiku! Ya Allah, saya sangat lemah maka berikanlah kekuatan! Ya Allah, Saya ini kikir maka jadikanlah aku orang yang dermawan dan murah hati!”

2. Kontribusi Umar
Umar menjabat sebagai khalifah kaum muslimin dalam rentang waktu yang cukup lama tanpa mendapatkan gaji dari baitul mal. Hingga dia mengalami kondisi yang sulit, dia lantas bermusyawarah dengan shahabat Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Umar bertanya, “Saya telah bekerja dalam urusan ini, apa yang pantas saya terima?” Usman bin Affan menjawab, “Makanlah dan beri makanlah (dari baitul mal).” Lalu Umar bertanya pada Ali, “Bagaimana menurutmu?” Ali menjawab, “Ambillah untuk makan siang dan makan malam,” Maka Umar pun mengambil untuk keperluan itu.

Umar menceritakan kondisinya setelah kaum muslimin menetapkan untuknya sejumlah gaji, “Halal bagiku dua potong pakaian, satu itu musim dingin dan satu lagi musim panas. Juga pakaian untuk haji dan umrah. Makananku dan makanan keluargaku sama dengan makanan seorang Quraisy yang bukan dari golongan kaya dan bukan juga dari golongan miskin. Selebihnya saya hanyalah salah satu dari kaum muslimin, mengalami apapun yang mereka alami.

Umar melanjutkan, “Saya memposisikan diri saya di hadapan harta milik Allah seperti memandang harta anak yatim. Jika saya telah merasa cukup, saya tidak menggunakannya dengan cara yang baik.”

Kondisi tersebut terus berlanjut tanpa ada perubahan, meskipun harta yang melimpah berserakan di hadapannya dan kekayaan kekaisaran Persia berada di bawah kekuasaannya. Putranya Abdullah mengatakan, “Umar memberi makanan darinya dan keluarganya dan memakai pakaian di musim panas (yang diambil dari baitul mal). Apabila ada sarungnya yang robek dia segera menambalnya. Dia tidak menggantinya hingga datang masa yang baru. Meski perolehan harta pada tahun itu melimpah, pakaiannya –sepanjang yang saya tahu- lebih jelek dari tahun lalu. Hafshah pernah mempertanyakan hal itu. Jawab Umar, “Saya mendapat pakaian dari harta kaum muslimin. Ini sudah cukup bagiku.”

“Jika Umar memiliki suatu kebutuhan, dia mendatangi penjaga baitul mal dan berhutang padanya. Sering kali dalam keadaan sulit, penjaga baitul mal datang menagih hutangnya. Maka Umar meminta penjadwalan ulang untuk pelunasan hutangnya. Terkadang, ketika gajinya keluar, langsung digunakan membayar hutang.”

3. Strategi Umar dalam pemerintahan
Umar menjelaskan pada semua orang bahwa seorang khalifah itu harus memiliki empat sifat. Dia berkata, “Hendaklah orang yang menjabat sebagai khalifah itu memiliki empat sifat, yaitu kelembutan yang tidak membuatnya lemah, ketegasan yang tidak membuatnya berperilaku kasar, kesederhanaan yang tidak membuatnya berprilaku bakhil, dan kedermawanan yang tidak membuatnya menghambur-hamburkan harta.”

Ibnu Abbas berkata, “Semua sifat itu tidak terpenuhi kecuali pada diri Umar bin Khaththab Radiyallahu ‘Anhu.”

Suatu hari Umar naik keatas mimbar untuk menyampaikan pada masyarakat kebijakan yang diambilnya sekaligus menjelaskan kewajibannya dan segala hal yang berkaitan dengan mereka. Umar berkata, “Aku dengar orang-orang merasa takut pada sikapku yang keras. Mereka berkata, “Umar bersikap keras ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam masih hidup ditengah-tengah kita, dia pun berperilaku keras pada saat Abu Bakar menjadi pemimpin kita. Bagaimana jadinya jika dia yang memegang tampuk kepemimpinan?’

Ketahuilah bahwa orang yang mengatakan hal tersebut benar belaka. Pada saat Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam masih hidup, saya menjadi pembantu dan penolong. Rasulullah adalah orang yang paling lembut dan penyayang, sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Maka posisi saya adalah pedang yang terhunus, sehingga beliau menahan saya atau membiarkan saya bergerak. Saya tetap dalam posisi itu sampai Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam meninggal dunia dan beliau meridhainya. Segala puji bagi Allah atas hal yang demikian dan saya merasa bahagia dengannya.

Lalu Abu Bakar tampil menggantikan posisi Rasulullah sebagai pemimpin kaum muslimin. Dia pun terkenal dengan sifat pemaaf, pemurah, dan lemah lembut. Saya pun berposisi sebagai pembantu dan penolongnya. Bergabunglah antara sikap keras saya dan kelembutannya. Maka posisi saya seperti pedang yang terhunus, sehingga Abu Bakar menahan saya atau membiarkan saya bergerak. Saya tetap dalam posisi itu sampai Abu Bakar meninggal dunia dan dia merasa ridha terhadapku. Segala puji bagi Allah atas hal yang demikian, dan saya merasa senang dengannya.

Kemudian saya diangkat sebagai pemimpin kalian. Maka ketahuilah bahwa kekerasan sikapku itu telah melemah. Sikap itu hanyalah untuk orang-orang yang berbuat zhalim dan melakukan pelanggaran. Sedangkan terhadap orang-orang yang memegang teguh agamanya, saya akan bersikap lembut terhadap mereka, lebih lembut dari sikap sesama mereka. Tapi saya tidak akan membiarkan ada orang yang menzhalimi orang lain atau melanggar haknya, sampai saya meletakkan pipinya ke tanah dan dia mau kembali pada kebenaran. Sebaliknya, saya akan meletakkan pipi saya ke tanah untuk orang-orang yang menjaga kehormatan dirinya dan tidak berlaku aniaya.

Saya berkewajiban memenuhi beberapa hal untuk kalian, maka tuntutlah hal tersebut:
Saya berkewajiban untuk tidak menarik pajak dari kalian dan dari apa yang Allah berikan pada kalian, kecuali yang seharusnya dibayarkan.

Saya berkewajiban apabila harta tersebut berada di tangan saya, untuk tidak mengeluarkannya kecuali pada hak yang semestinya.

Saya berkewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan kalian dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saya berkewajiban menjaga agar kalian tidak binasa. Jika kalian berangkat untuk berjihad bersama pasukan kaum muslimin, saya yang bertanggung jawab atas keluarga yang kalian tinggalkan sampai kalian kembali.

Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan tolonglah saya untuk kepentingan kalian dengan menahan diri dari menentangku, dan tolonglah saya untuk kepentingan saya dengan melakukan amar makruf nahi mungkar dan memberi nasehat terkait kepemimpinan yang saya jalani.”

Selanjutnya marilah kita saksikan bagaimana Umar menjalankan kepemimpinannya di antara rakyatnya, sejauh mana dia mampu mewujudkan janjinya kepada Allah dalam kepemimpinannya. Takkan kita temukan situasi yang menggambarkan Umar duduk berleha-leha di singgasana kepemimpinannya.

4. Sikapnya terhadap rakyat yang dipimpinnya
Umar menempatkan dirinya pada jalur petunjuk Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam dan khalifah pertama Abu Bakar. Sa’ad bin Musayyab berkata, “Umar memperoleh seekor unta dari fai’ (harta rampasan yang diperoleh tanpa peperangan) lalu dia menyembelih unta tersebut. Dia mengantarkan sebagian dagingnya kepada para istri Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, lalu memasak sisanya dan mengundang kaum muslimin untuk menyantapnya. Waktu itu Abbas bin Abdul Muththalib ikut hadir dalam jamuan tersebut. Dia berkata pada Umar, “Wahai Amirul mukminin, bagaiman kalau engkau melakukan hal ini setiap hari, agar kami bisa menikmati jamuanmu dan berbincang-bincang.” Umar menjawab, “Saya tidak akan mengulanginya lagi. Dua sahabatku, yaitu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dan Abu Bakar telah pergi. Keduanya telah menempuh suatu jalan. Jika saya melakukan suatu hal yang tidak mereka lakukan, berarti saya telah menempuh jalan yang berbeda dengan mereka.”

Pakaian yang digunakan sehari-hari berupa jubah yang terbuat dari bulu domba yang dibeberapa tempat terdapat tambalan. Dia biasa berjalan di pasar dengan meneteng seutas cambuk dipundaknya yang digunakan untuk mengajari orang. Terkadang dia menemukan biji kurma yang tercecer di jalan, dia pun memungutinya dan melemparkannya ke rumah-rumah orang untuk dimanfaatkan.

Setiap selesai mengerjakan shalat Isya. Umar berkeliling melihat situasi di masjid. Jika dia melihat seseorang disana langsung disuruhnya keluar, kecuali jika orang tersebut sedang melaksanakan shalat.

Suatu malam Umar berjalan Ibnu Mas’ud. Tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya. Dia pun mengikuti sumber cahaya itu samapi dia masuk ke dalam sebuah rumah. Ternyata cahaya itu berasal dari lampu yang berada di rumah tersebut. Dia melihat seorang kakek sedang duduk, didepannya nampak minuman dan seorang budak perempuan yang sedang bernyanyi untuknya. Dia tidak menyadari kedatangan Umar sampai Umar menyerangnya. Umar berkata, “Saya tidak melihat seperti malam ini pemandangan yang lebih buruk dari seorang kakek yang menunggu ajalnya!”

Kakek itu mendongakkan kepalanya dan berkata, “Benar wahai Amirul mukminin. Apa kau lakukakn sangatlah buruk. Engkau memata-matai, padahal itu dilarang, dan engkau masuk ke rumah orang tanpa izin.”

Umar pun berkata, “Engakau benar. Dia langsung keluar sambil menangis. Umar berkata, ‘Celakalah Umar jika Tuhannya tidak mengampuninya. Orang itu menutupinya dari keluarganya dan berkata, “Sekarang Umar melihatku, maka dia akan terus melakukannya.”

Suatu kali Umar keluar dalam kegelapan malam. Thalha masuk ke beberapa rumah. Setelah Umar keluar dari rumah itu, Thalha pun mendatanginya. Ternyata di rumah itu terdapat nenek buta sedang duduk. Thalha bertanya padanya, “Kenapa orang tadi mendatangimu?” Nenek itu menjawab, “Dia berjanji sejak beberapa waktu lalu akan selalu datang mengunjungiku untuk kemaslahatanku dan menghindarkan dariku hal-hal yang tidak baik.” Thalha berkata, “Celakalah Thalha, mengapa engkau mencari-cari kesalahan Umar?!”

Pada kesempatan lain, Umar keluar di malam hari, tiba-tiba dia melihat api menyala dari sebuah rumah. Dia  pun minta izin untuk masuk kedalam rumah. Ternyata dalam rumah itu ada seorang perempuan beberapa anak kecil yang nampak sedang menahan lapar. Sementara perempuan tersebut tengah meletakkan di atas api sebuah panci yang hanya berisi air untuk menenangkan anak-anaknya dan membuat mereka bisa tertidur. Umar pun segera kembali ke gudang penyimpanan makanan, lalu kemali dengan membawa gandum dan lemak. Dia memikul sendiri semua bahan makanan tersebut. Sesampainya dirumah itu, Umar sendiri yang memasaknya dan menyuapi anak-anak itu. Hingga akhirnya mereka bisa tertidur. Setelah itu Umar memberi ibu mereka nafkah, barulah kemudian dia pergi.

Kemudian ketika Umar sedang dalam perjalanan di dekat Rauha (sebuah pemberhentian di antara Madinah dan Badar, berjarak sekitar 74 KM dari Madinah), dia mendengar suara seorang pengembala dari arah gunung. Umar pun bergegas mendatanginya. Setelah mendekat, dia berteriak memanggil, “Wahai pengembala kambing!” Si pengembala menjawab panggilan tersebut. Umar berkata padanya, “Saya melewati suatu padang yang lebih subur dari tempatmu ini. Sesungguhnya setiap orang bertanggung jawab atas semua orang yang dipimpinnya.” Kemudian Umar melanjutkan perjalanannya.

Umar kerap mengatakan pada orang banyak, “jika ada unta yang mati sia-sia di pinggir sungai Efrat, saya khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban dariku.”

Suatu malam dia keluar bersama pembantunya Aslam ke pinggiran kota Madinah. Lalu dia mendapati seorang perempuan hampir melahirkan. Dia pun segera pulang mengambil gandum dan minyak dan membawa serta istrinya Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib yang biasa membantu perempuan melahirkan. Umar membuatkan makanan untuk keluarga perempuan itu, sementara Ummu Kultsum membantu perempuan itu melahirkan. Keduanya tetap berada di sana sampai perempuan itu melahirkan. Umar pun menyampaikan kabar gembira itu pada ayah si anak, lalu memberi bantuan nafkah, barulah pergi meninggalkan mereka.

5. Sikapnya terhadap para gubernur
Kebijakan Umar dalam memilih gubernur wilayah dan pengawasan yang dilakukannya terhadap mereka sering menjadi contoh yang menjadi pembicaraan dalam berbagai perkumpulan.

Kriteria yang ditentukan oleh Umar dalam menentukan gubernur untuk wilayah-wilayah yang berada di bawah kekhalifahan Islam terangkum dalam sebuah ungkapan, “Seseorang yang apabila dia merupakan pemimpin, penampilannya tampak seperti orang biasa dan yang bukan pemimpin nampak seperti seorang pemimpin.”

Kemudian apabila dia mempekerjakan seorang pegawai, dia membuatkan sebuah perjanjian, meminta beberapa orang Muhajirin sebagai saksi pengangkatannya, dan menyaratkan padanya beberap hal, yaitu dia tidak menunggangi binatang yang gemuk, tidak makan roti yang putih bersih (kualitas terbaik), tidak mengenakan pakaian yang halus, dan tidak menutup pintunya menghindari orang-orang yang membutuhkan pelayanan. Jika dia melakukan salah satunya akan dijatuhi hukuman.

Umar selalu mewasiatkan pada para gubernur agar senantiasa merasa takut kedapa Allah dan mentaati-Nya dalam urusan kepemimpinannya. Umar juga memperingatkannya untuk tidak berlaku zhalim dan merasa lebih tinggi kedudukannya dari orang lain. Umar berkata, “Amba’du, sesungguhnya pemimpin yang paling berbahagia adalah yang rakyatnya merasa bahagia atas kepemimpinannya. Sebaliknya pemimpin yang paling sengsara di sisi Allah adalah yang rakyatnya merasa sengsara karena kepemimpinannya. Hindarilah gaya hidup mewahmu. Jika itu terjadi, perumpamaanmu di sisi Allah seperti hewan yang melihat tanah yang hijau oleh rerumputan lalu mengembalikan diri di sana berharap menjadi gemuk, lalu dia mati karena kegemukannya. Wassalam.”

Umar juga mengumumkan pada khalayak tentang cara yang digunakannya dalam mengirim gubernur ke wilayah tertentu. Suaranya menggema di setiap majlis yang dihadirinya. Dia berkata, “Saya tidak mengangkat gubernur atas kalian untuk memukuli kulit kalian, menghinakan kehormatan kalian atau mengambil harta kalian, akan tetapi saya mempekerjakan mereka untuk mengajari kalian kitab tuhan kalian dan sunnah Nabi kalian. Siapa yang merasa dizhalimi oleh pemimpinnya, silakan melaporkan padaku agar aku bisa membalaskannya.”

Apabila Umar mengangkat seorang gubernur atas sebuah wilayah, lalu ada utusan yang datang dari wilayah tersebut, Umar akan bertanya kepada mereka, “Bagaimana keadaan pemimpin kalian? Apakah dia suka mengunjungi rakyatnya? Suka mengantarkan jenazah? Bagaimana pintu rumahnya, apakah lunak (mudah dikunjungi)?” Jika jawabannya adalah pintu lunak, dia suka mengunjungi rakyatnya, maka Umar akan membiarkannya. Jika tidak demikian, Umar akan segera menurunkannya.

Dengan demikian Umar telah menetapkan garis kebijakannya dan merealisasikan kebijakan tersebut sebaik mungkin. Umar pernah bertanya pada rakyatnya, “Bagaimana menurut kalian, apabila saya mengangkat seorang pemimpin untuk kalian dari orang terbaik yang saya tahu lalu saya perintahkan dia untuk berlaku adil, apakah itu cukup untuk melepaskan saya dari tanggung jawab?” Rakyatnya mengiyakan. Lalu Umar berkata, “Sekali-kali tidak, sampai saya melihat dia bekerja, apakah sesuai dengan apa yang saya perintahkan atau tidak.”

Umar melanjutkan, “Jika ada pegawaiku yang berbuat zhalim pada seseorang, lalu sampai beritanya padaku, lalu saya tidak segera menggantinya, itu artinya saya pun ikut berbuat zhalim padanya.

Karena itulah, Umar selalu mempertanyakan keadaan para gubernurnya, mencari tahu bagaimana mereka memerintah rakyatnya, bagaimana gaya hidupnya, bagaimana sikapnya, dan sejauh mana rakyatnya dapat menerimanya.

Umar pernah mengangkat Sa’id bin Amir Al-Jumahi sebagai gubernur untuk wilayah Himsha. Dia menempuh jalan orang-orang shalih dalam memerintah rakyatnya. Akan tetapi penduduk Himsha mengeluhkannya pada Khalifah. Umar pun mencari tahu sebabnya. Setelah Umar mengetahui bahwa Sa’id tidak bersalah, dia berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak membuatku langsung menyalahkannya.”

Pada periode yang lain Umar mengutus Umair bin Sa’ad sebagai gubernur Himsha. Maka dia memangku jabatan itu selama satu tahun. Dalam rentang waktu itu Umar memantau setiap kebijakannya di wilayah tersebut. Berdasarkan pantauannya, diketahui bahwa Umair merupakan penguasa yang bersih, amanah, dan menguasai administrasi pemerintahan dengan baik. Maka Umar berkata, “Perbaharui masa jabatan Umair!” Namun Umair berkata, “Sesungguhnya itu perkara lain, saya tidak bekerja untukmu dan tidak juga untuk siapapun setelahmu.”

Berita tentang Umar dan penguasa Mesir dan penaklukannya yang terkenal, Amr bin Ash telah menjadi pembicaraan para musafir. Yaitu ketika putra Amr bin Ash tanpa sepengetahuan Amr memukul orang Mesir yang bersaing dengannya. Berita itu sampai ketelinga Umar. Lalu Umar membalaskan untuk orang Mesir itu. Lalu dia mengucapkan kata-katanya yang masyhur, “Sejak kapan kalian memperbudak manusia padahal ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka.”

Kemudian Umar pun mengangkat Hudzaifah bin Yaman sebagai penguasa Mada’in. Dia berpesan pada masyarakat Mada’in dalam surat keputusannya, “Dengar dan taatlah padanya, serta berilah apa yang dimintanya pada kalian.”

Hudzaifah menjabat dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga suatu ketika Umar menyuratinya dan meminta supaya Hudzaifah datang menemuinya. Ketika Umar mendapat kabar kedatangan Hudzaifah, dia bersenbunyi di sebuah jalan di tempat yang tidak bisa terlihat oleh Hudzaifah. Pada saat Umar melihatnya masih dalam kondisi seperti dia berangkat dulu, Umar langsung keluar dan memeluknya seraya berkata, “Engkau adalah saudaraku dan saya adalah saudaramu.”

Ketika Irak berhasil ditaklukan, Umar memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk membuat perencanaan kota Kufah. Bangunan pertama yang diletakkan adalah masjid, kemudian dia membangun istana di arah mihrab masjid untuk kantor pemerintahan dan baitul mal.

Dibangunlah untuk Sa’ad sebuah istana di dekat pasar. Keributan pasar menghalangi Sa’ad untuk bicara. Maka diapun menutup pintunya dan berkata, “Begini baru bisa hening.” Kalimat tersebut sampai ke telinga Umar. Maka dia segera mengutus Muhammad sesampainya di sana untuk mengumpulkan kayu lalu menyalakan api untuk membakar pintu istana. Setelah itu hendaknya langsung kembali ke Madinah. Maka Muhammad pun mengerjakan perintah tersebut. Lalu dia memerintahkan Sa’ad untuk tidak menutup pintunya dari rakyatnya dan tidak menempatkan penjaga untuk melarang rakyatnya menemuinya. Sa’ad pun mematuhi perintah tersebut. Lalu Sa’ad menawarkan sejumlah harta pada Muhammad bin Maslamah, namun ditolaknya dan dia langsung kembali ke Madinah.

Tidak berhenti sampai di situ, Umar bahkan memeriksa kekayaan para gubernurnya. Pertanyaan yang kerap diajukan pada mereka, “Dari mana kalian dapatkan kekayaan ini?”

Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Sesungguhnya Umar pernah menyuruh para gubernurnya untuk menuliskan kekayaan mereka, termasuk di antaranya Sa’ad bin Abi Waqqash. Lalu Umar membagi dua harta kekayaan mereka, setengah diambilnya, setengah lagi diberikan pada mereka.”

Umar mengawasi dan memeriksa para gubernurnya dengan sangat teliti. Inilah yang dilakukan terhadap gubernurnya yang diangkatnya untuk wilayah Bahrain, Abu Hurairah, perawi hadits terkenal. Dia dihadapkan kepada Umar, lalu Umar melontarkan berbagai pertanyaan padanya dengan ucapan yang keras. Abu Hurairah menceritakan apa yang dialaminya, dia berkata, “Umar berkata padaku, “Wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, engkau mencuri harta Allah?” Saya menjawab, “Saya bukan musuh Allah dan bukan juga musuh kitab-Nya, melainkan musuh orang yang memusuhi keduanya. Dan saya tidak mencuri harta Allah!” Umar bertanya, “Lalu dari mana kau peroleh harta sebanyak sepuluh ribu dinar?” Saya jawab, “Wahai Amirul Mukminin, kudaku berkembang biak, pendapatanku terkumpul.” Namun Umar bersikeras mengambil harta tersebut. Sementara Abu Hurairah berucap, “Ya Allah, ampunilah Amirul Mukminin.”

 

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.