Categories
Zubair bin Awwam

Biografi Sahabat Nabi, Zubair bin Awwam : Peperangannya dan Perjalanan Jihadnya Pasca Wafatnya Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam (Seri 5)

C. Peperangannya Bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan Perjalanan Jihadnya Pasca Wafatnya Rasulullah

5. Hamra’ul Asad

Perang Uhud terjadi pada hari sabtu tanggal 15 Syawwal tahun ke tiga hijrah. Shallallahualaihi wa Sallam memerintah Bilal untuk mengumumkan, “Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam memerintahkan untuk mengejar musuh, dan tidak ada yang boleh keluar bersama kami kecuali mereka yang ikut dalam perang kemarin .” Para shahabat pun memenuhi panggilan itu walaupun dalam keadaan terluka.

Ini adalah salah satu di antara momen yang menggambarkan keberanian Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan para shahabat, juga keteguhan hati dan tekad mereka. Dan keberanian yang sejati adalah keteguhan hati dan ketegarnnya dalam menghadapi bahaya, dalam kesusahan dan penderitaan.

Nabi Shallallahualaihi wa Sallam berangkat dengan para sahabatnya mengejar kaum musyrikin untuk memperlihatkan kepada mereka, bahwa apa yang telah mereka lakukan kepada kaum muslimin tidak sedikitpun melemahkan kekuatan dan kesolidan mereka. Namun mereka tetap dalam kondisi kekuatan yang sama dan semangat yang tetap berkobar untuk menghadapi musuh dengan seluruh persiapan mereka. Beliau berkemah dengan seluruh tentaranya di Hamra’ul Asad. Dan Zubair adalah satu di antara pahlawan dalam perang ini.

Asy-Syaikhani (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) dan Ibnu Majah serta yang lainnya meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa Aisyah Radhiyallahu Anha membacakan, “yaitu orang-orang yang menanti (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Orang-orang yang berbuat kebajikan dan bertakwa di antara mereka mendapat pahala yang besar (QS. Ali Imran [3]:172)”. Kemudian ia berkata kepada Urwah, “Wahai putra saudariku, sungguh kakek dan ayahmu termasuk ke dalam golongan ini. Ketika Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengalami apa yang dialaminya pada perang Uhud, dan kaum musyrikin telah pergi, beliau khawatir kalau-kalau mereka kembali. Maka beliau berkata, “Siapa yang akan mengikuti mereka?” Beliau pun memilih tujuh puluh orang shahabat, di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Zubair.”

Zubair berhak mendapat kemuliaan dan kedudukan yang tinggi serta pujian dari Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bahwa ia termasuk di antara “yaitu orang-orang yang menanti (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Orang-orang yang berbuat kebajikan dan bertakwa di antara mereka mendapat pahala yang besar (QS. Ali Imran [3]:172)”

6. Perang Khandaq

Zubair pun melanjutkan kisah jihadnya bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam. Kaum Quraisy dan para sekutunya yang terdiri dari orang-orang Habasyah, dan banyak kabilah menyerbu Madinah dengan kekuatan tentara sepuluh ribu personil, yang dipimpin langsung oleh Abu Sufyan. Mereka membawa persenjataan lengkap dan persiapan yang sempurna untuk berperang. Barisan pembela kebenaran pun menyambut mereka dengan kekuatan tiga ribu mujahid.

Di kancah pertempuran tersebut Zubair kembali memperlihatkan peran-peran baru yang menambah kecemerlangan catatannya pada keberanian dan ketegaran dalam membela agamanya, membela Nabi dan risalahnya. Terkadang Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengutusnya untuk satu misi yang berbahaya, dan ia pun melaksanakannya tanpa rasa takut. Di lain kesempatan salah satu perwira dari pasukan musyrikin menantang untuk berduel, maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam memerintahkannya untuk menerimanya. Dia pun dengan senang hati menerima dan memberikan kegembiraan bagi pasukan muslimin dengan membunuh musuh Allah tersebut. Pada kesempatan lain, ia mencium bahaya yang mengancam Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam, dan ia segera melindunginya. Dan banyak kesempatan lain dimana ia menunggang kudanya dan memasuki kancah peperangan. Luka-luka yang dideritanya pun menjadi bukti nyata akan kebenarannya imannya, dan sebagai cendera mata kebanggaan dalam meraih pahala Allah Ta’ala. Dan ketika perang berakhir, ia pun menerima lencana kenabian yang mulia, ketika Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam menebusnya dengan ayah dan ibunya, dan memilihnya di antara para shahabat dengan menyatakan bahwa ia adalah pembelanya selamat atas Zubair.

Yunus bin Bukair meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, “Naufal bin Abdullah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi keluar pada perang Khandaq dan menantang untuk berduel. Zubair bin Awwam menerima tantangannya dan memukulnya, membelanya menjadi dua dan bertekuk di bawah sayatan pedangnya. Kemudian ia berlalu sambil berkata, “Aku adalah orang yang selalu menjaga dan melindungi Nabi yang Ummi.”

Dan dalam riwayat dari Al-Waqidi, “Zubair memukul Naufal bin Abdullah bin Al-Mughirah dengan pedangnya dan membelahnya menjadi dua, dan sampai memotong pelana kudanya. Dan dikatakan, “Sampai bagian atas dari punggung kuda.” Maka dikatakan kepadanya, “Hai Abu Abdillah, sungguh kami tidak pernah menyaksikan pedang seperti pedangmu.” Ia bermaksud bahwa itu adalah perbuatan tangannya, bukan pedangnya”.

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dalam Mushannaf-nya dari Ikrimah, “Pada perang Khandaq seorang laki-laki dari pasukan musyrikin maju dan berkata, “Siapa yang mau berduel?” maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berkata, “Bangkitlah hai Zubair”, Shafiyyah berkata, “Wahai Rasulullah, di anakku satu-satunya!” Maka Rasulullah kembali berkata, “Bangkitlah hai Zubair.” Zubair pun bangkit, dan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berkata, “Siapa yang dapat menjatuhkan lawannya, akan membunuhnya.” Zubairpun menjatuhkan lawannya dan membunuhnya. Kemudian kembali dengan membawa rampasannya, maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam memberikannya untuknya.”

Dan Ibnu Sa’ad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dai Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah bin Zubair bercerita, “Aku berkata kepada ayahku pada perang Ahzab, “Aku telah melihatmu wahai ayah menyerang diatas kudamu yang bernama Asqar.” Zubair berkata, “Engkau telah melihatku wahai anakku?” aku menjawab, “Iya” Dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam telah mengumpulkan kedua orang tuanya untukku saat itu dengan berkata, “Ayah dan Ibuku sebagai tebusan bagimu.”

Dan Ibnu Sa’ad berkata, “Saat itu ‘Abbad bin Bisyr dan Zubair bin Awwam menjadi penjaga Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam.”

Di tengah berlangsungnya pertempuran dan kesibukan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam menghadapi musuh yang bersekutu menyerangnya, beliau seolah merasakan adanya nafas pengkhianatan yang berhembus dalam kegelapan di lorong-lorong jiwa Bani Quraizhah. Karena beliau adalah orang yang paling mengetahui tabiat yahudi yang culas, dan keburukan akhlak mereka, serta kedengkian mereka yang begitu mengakar kepada para Nabi dan Rasul Allah. Maka beliau berkata kepada shahabatnya, “Siapa yang akan memberitahuku tentang keadaan Bani Quraizhah?” Zubair menyambut panggilan itu sampai tiga kali, dan kemudian berangkat sendirian. Dia tahu bahaya yang mengancam, dan kemungkinan pengkhianatan yahudi dan pembunuhnya dalam gelap, namun ia tidak peduli. Dia berjalan kembali dengan membawa berita bahwasanya mereka telah memutuskan perjanjian dan mengkhianatinya. Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam pun memuliakannya dan menebusnya dengan kedua orang tunya, serta menjadikannya sebagai pembelanya.

Diriwayatkan Ahmad, Asy-Syaikhani, An-Nasa’I, At-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban serta yang lainnya, dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallahualaihi wa Sallam bersabda pada perang Khandaq, “Siapa yang bersedia memberitahukan kepada kami tentang keadaan Bai Quraizhah?” Zubair menjawab “Saya.” Ia pun pergi dengan kudanya dan kembali membawa berita tentang mereka. Kemudian Rasulullah bertanya untuk yang kedua kalinya, Zubair kembali menjawab, “Saya”,  kemudian Rasulullah kembali bertanya untuk yang ketiga kalinya, dan Zubair kembali menjawab, “Saya.” Maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap Nabi mempunyai pembela, dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam.”

Al-Waqidi menambahkan dalam riwayatnya, “Maka Zubair pun pergi, kemudian kembali dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat mereka memperbaiki benteng-benteng mereka, dan memperbaiki jalan-jalan mereka, serta mengumpulkan ternak-ternak mereka.”

Ibnu Hajar menceritakan dalam Fathul Bari, “Dan di sana terlihat nilai tambah dari Zubair, dan kekuatan hatinya, serta kebenaran keyakinannya. Dalam peristiwa itu juga terlihat bolehnya seorang laki-laki bepergian sendirian, dan bahwasanya larangan untuk bepergian sendirian adalah ketika tidak ada keperluan untuk itu.”

Diriwayatkan  oleh Ahmad,  Asyy-Syaikhani, dan Nasa’I, serta yang lainnya, dari Abdullah bin Zubair bercerita, “Pada saat perang Ahzab, aku dan Umar bin Abu Salamah dikelompokkan bersama-sama kaum wanita. Tiba-tiba aku melihat Zubair di atas kudanya dengan bersembunyi ke perkampungan Bani Quraizhah, dua atau tiga kali. Ketika pulang aku berkata, “Wahai ayah, aku melihatmu bersembunyi.” Ia berkata, “Apakah benar engkau melihatku hai anakku?.” Aku menjawab, “Iya.” Dia berkata, “Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang bisa mendatangi Bani Quraizhah dan memberitahuku tentang berita mereka?” Akupun berangkat, dan ketika kembali, Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengumpulkan kedua orang tuanya untukku dengan besabda, “Ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu.”

Abdullah bin Zubair saat itu bersama kaum wanita di Uthm, yaitu sebuah bentenng Hassan, karena dia saat itu masih berusia empat tahun beberapa bulan. Peristiwa ini menunjukkan kecerdasannya dan ketepatan penglihatannya dalam masalah tersebut dengan rinci dalam usia yang begitu belia. Dan mampu mengingat apa yang dilihatnya dengan mengagumkan.

7. Perang Khaibar dan Wadil Qura

Pada tahun ketujuh hijrah, terjadilah perang Khaibar. Allah membukakan benteng-bentengnya bagi kemenangan kaum muslimin. Dan dalam perang tersebut banyak pertempuran maupun duel-duel yang terjadi.

Seorang yahudi, Yasir saudar dari Marhab, menantang untuk berduel. Dia menyombongkan keberanian dan kepahlawanannya yang sesungguhnya tidak mempunyai landasan rohani yang kokoh selain daripada keangkuhan dirinya. Zubair menerima tantangannya dengan keberanian yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, dan jiwa pengorbanan yang hanya mengharapkan pertolongan dari Allah. Sebuah kekuatan iman yang menghancurkan kekuatan jahiliyah yang paling besar sekalipun.

Ibnu Ishaq menceritakan, “Yasir menantang untuk berduel sambil melantunkan sebuah syair.”

Al-Waqidi menambahkan, “Yasir adalah salah satu tokoh mereka yang terkuat. Ia mempunyai sebuah tombak yang digunakannya untuk menghalau kaum muslimin. Maka Ali bin Abi Thalib menerima tantangannya. Namun Zubair bin Awwam berkata kepadanya, “Aku bersumpah agar engkau membiarkanku menghadapinya” Ali pun membiarkannya. Dan Zubair pun maju menghadapinya. Saat itu Shafiyyah berkata, “Wahai Rasulullah, dia akan akan membunuh anak putraku.” Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berkata, “Justru putramu yang akan membunuh nya Insya Allah.” Zubair maju sambil melantunkan sebuah syair.”

Kemudian mereka mulai bertarung dan Zubair berhasil membunuhnya. Maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berkata, “Paman (dari pihak ayah) dan paman (dari pihak ibu) menjadi tebusanmu.”

Kemudian Rasulullah meninggalkan Khaibar menuju Wadil Qura (Dinamakan Wadil Qura (lembah perkampungan) karena banyaknya perkampungan di sana, terletak di antara Madinah dan Tabuk. Kota terbesar yang ada du sana saat ini adalah Al-‘Ala, 350 km sebelah utara Madinah). Di sana terdapat sekelompok yahudi di mana beberapa kabilah arab telah bergabung dengan mereka. Ketika Rasulullah dan para shahabatnya sampai, mereka disambut dengan lemparan. Sementara mereka belum berada dalam keadaan siap.

Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam segera menyiapkan para shahabatnya untuk bertempur dan membariskan mereka. Beliau memberikan panjinya kepada Sa’ad bin Ubadah. Dan tiga bendera lain diserahkan kepada Al-Hubab bin Al-Mundzir, Sahal bin Hunaif, dan Abbad bin Bisyr. Kemudian Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengajak orang-orang musyrik itu untuk masuk Islam dan menerangkan bahwa apabila mereka masuk Islam, kaum muslimin akan mengamankan harta mereka serta menyelamatkan nyawa mereka. Adapun perhitungan mereka diserahkan kepada Allah. Maka salah seorang di antara mereka maju dan menantang untuk berduel, Zubai menerimanya dan berhasil membunuhnya. Lalu majulah seorang lainnya, dan kembali diladeni oleh Zubair dan berhasil membunuhnya. Kemudian salah seorang dari mereka kembali maju, dan dihadapi oleh Ali yang juga berhasil membunuhnya. Hingga pihak Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berhasil membunuh sebelas dari mereka. Pada hari berikutnya, mereka menyerahkan diri dan memberikan harta benda mereka. Dengan begitu Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallami menaklukkan mereka dengan kekuatan tentaranya dan Allah menganugerahkan harta rampasan perang yang berasal dari kaum musyrikin tersebut.

8. Fathu Makkah (Penaklukkan Kota Mekkah)

Pada Fathu Makkah Zubair bersama Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan membawa panji beliau memimpin pasukan yang berada di sayap kiri. Beliau juga mengutusnya dalam sebuah misi bersama Ali dan Miqdad untuk mengambil sebuah surat yang dikirim oleh Hathib bin Abi Balta’ah melalui seorang perempuan yang mengendarai unta. Ketika kaum muslimin hampir mencapai Mekah, Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam menunjuknya untuk memimpin dua ratus orang yang terdiri dari para shahabat.

Ahmad meriwayatkan, juga Asy-Syaikhani, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’I, Ibnu Hibban dan yang lainnya, dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, Ia bercerita, “Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengutus aku, Zubair dan Miqdad bin Al-Aswad, dan beliau berkata, “Pergilah kalian hingga Raudhatul Khakh (sebuah tempat di dekat Hamro’ul Asad) karena sesungguhnya di sana ada seorang wanita pengendara unta yang membawa sepucuk surat, ambilah darinya.” Lalu kami pergi sementara kuda kami saling berjauhan jaraknya hingga kami sampai di Raudhah. Kami pun menemukan wanita yang mengendarai unta itu. Kami berkata kepadanya “Keluarkanlah surat itu” Lalu kami pergi sementara kuda kami saling berjauhan jaraknya hingga kami sampai di Raudhah. Kami pun menemukan wanitaa yang mengendari unta itu. Kami berkata kepadanya “Keluarkanlah surat itu” Lalu wanita itu menjawab “Tidak ada surat bersamaku” Lalu kami berkata “Sungguh keluarkanlah surat itu atau kami akan melemparkan pakaian-pakaianmu (menelanjangimu)!”, maka wanita itu mengeluarkan surat tersebut yang dia simpan di belakang rambutnya yang dipintai. Maka kami menemui Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dengan membawa surat itu.

Ahmad, Muslim, An-Nasa’I, Ibnu Hibban dan lainnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Kami berada bersama Rasulullah saat Fathu Makkah. Beliau menugaskan Khalid bin Walid memimpin sisi kanan, dan Zubair bin Awwam pada sisi kiri.”

Dan dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits Al-Abbas bin Abdul Muththalib dan Zubair bin Awwam, saat itu Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam telah memerintahkan pamannya Abbas untuk menahan Abu Sufyan di Khathmul Jabal (hidung sebuah gunung, maksudnya sesuatu yang menonjol dari gunung sehingga menyempitkan badan jalan), agar ia bisa menyaksikan kaum muslimin. Pasukan kaum muslimin pun melewatinya. “Hingga sampai pada satu pasukan yang lebih kecil, dimana Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan para shahabatnya berada di sana. Dan panji Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam di bawa oleh Zubair bin Awwam.”

Uqbah bin Musa menceritakan dalam kitab Maghazi-Nya, “Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam mengutus Zubair bin Awwam membawa pasukan muhajirin dan kuda-kuda mereka. Dan memerintahkannya untuk memasuki Mekah melalui Kada’ dari dataran tinggi di Mekah. Dan memerintahkannya untuk menancapkan benderanya di Hajun (sebuah gunung di Mekah yang juga merupakan kuburan) dan tidak meninggalkannya sampai Rasulullah mendatanginya.”

Dan menurut riwayat dari Ibnu Sa’ad, “Lalu sebuah tenda didirikan untuk Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam memerintahkan untuk menghancur Hubal. Dan segera di hancurkan sementara beliau menyaksikannya. Zubair bin Awwam berkata kepada Abu Sufyan bin Harb, “Hai Abu Sufyan, Hubal telah dihancurkan! Pada perang Uhud engkau telah begitu membanggakannya, hingga engkau menyangka bahwa ia bisa memberikanmu nikmat.” Abu Sufyan berkata, “Lupakan itu hai putra Awwam. Aku telah menyaksikan, bahwa kalau memang ada Tuhan selain Tuhannya Muhammad, maka tidak akan begini kejadiannya.”

9. Perang Hunain dan Tabuk

Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam keluar menuju Hunain. Dan Allah memberikan kemenangan bagi tentara-Nya. Tentara musyrikin pun berputar arah melarikan diri dari medan tempur. Dan seperti biasa, Zubair memainkan peran yang sangat besar dalam peperangan seolah satu pasukan prajurit menyatu dalam dirinya.

Ibnu Ishaq, Al-Waqidi, dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab, “Ketika kaum musyrikin menderita kekalahan pada perang Hunain, Malik bin Auf keluar bersama beberapa pasukan berkuda dari kaumnya dan berdiri di celah sebuah gunung. Dia  berkata kepada pasukannya, “Bertahanlah di sini sampai orang-orang yang lemah dari mereka lewat di sini, dan sekaligus menunggu teman-teman kalian yang masih tertinggal.”

Sa’id bin Al-Musayyab melanjutkan, “Ketika mereka berada pada posisi itu, datanglah serombongan pasukan berkuda. Malik bin Auf berkata, “Apa yang kalian lihat?” mereka menjawab, “Kami melihat suatu kaum yang meletakkan tombak-tombak mereka di antara telinga kuda-kuda mereka. Mereka mempunyai kaki yang panjang.” Ia berkata, “itu adalah Bani Sulaim, bertahanlah, tidak ada yang perlu kalian takutkan dari mereka.” Ketika pasukan itu melewati bagian bawah dari celah tersebut, mereka terus mengambil jalan melalui sisi kiri dari lembah.

Kemudian pasukan berkuda lain datang menyusul. Malik berkata kepada para shahabatnya, “Apa yang kalian lihat?” mereka menjawab, “Kami melihat suatu kaum yang meletakkan tombak-tombak mereka di bagian pantat kuda.” Ia berkata, “Itu adalah suku Aus dan Khazraj, bertahanlah, tidak ada yang perlu kalian takutkan dari mereka.” Ketika pasukan itu sampai di bagian bawah dari celah tersebut, mereka terus mengikuti jalan yang diambil Bani Sulaim.

Kemudian muncullah seorang penunggang kuda. Malik berkata kepada para shahabatnya, “Apa yang kalian lihat?” mereka menjawab, “Kami melihat seorang penunggang kuda yang tinggi, dan mempunyai kaki yang besar. Ia menyandang penunggang kuda yang tinggi, dan mempunyai kaki yang besar. Ia menyandang tombaknya di bahunya, dan mengikat kepalanya dengan ikat berwarna kuning.” Malik berkata, “Itu adalah Zubair bin Awwam. Aku bersumpah demi Allah dia akan menyerang kalian, bertahanlah. Ketika ia sampai di bagian bawah dari celah tersebut, ia melihat mereka, ia pun mendatangi mereka dan terus menyerang mereka sendirian sampai ia berhasil mengusir mereka dari sana.”

Kemudian ia ikut dengan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dalam perang terakhir beliau, yaitu perang Al-Usrah (perang Tabuk). Al-Waqidi dan Ibnu Asakir menceritakan, “Ketika Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam kembalai dari lembah Wada’, beliau segera menuju Tabuk. Dan mengangkat panji-panji dan bendera perang. Beliau menyerahkan panji terbesar kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan menyerahkan bendera terbesar kepada Zubair.” Dan saat itu jumlah pasukan yang menyertai Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam adalah tiga puluh ribu prajurit.

 

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.