D. Ilmunya dan Hadits-Hadits yang Diriwayatkannya
1. Sebab Sedikitnya Hadits yang Diriwayatkannya
Thalhah mendampingi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selama periode dakwah. Ia mendengar banyak hadits dari beliau, belajar darinya, menghadiri majelis-majelisnya, ikut dalam banyak peperangannya, shalat di belakangnya, melaksanakan haji bersama beliau, memperhatikan tindak tanduknya, dan melihat akhlak beliau baik saat damai maupun perang, dan saat bermukim atau dalam perjalananan. Namun sedikit sekali hadits ataupun permasalah fikih yang diriwayatkan dari Thalhah, padahal dia termasuk di antara para shahabat yang paling dekat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hal ini kembali kepada tiga sebab utama:
Pertama: Thalhah adalah orang yang sibuk dengan perdagangan dan hartanya. Keterlibatannya dalam mengurus perdangan dan hartanya menyita banyak waktunya. Sehingga ia tidak bisa terus menerus mendampingi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam atau berlama-lama duduk bersama beliau untuk mendengarkan hadits-hadits beliau, mengumpulkannya, dan menghafalkannya karena banyaknya hadits-hadits tersebut.
Thalhah sendiri telah menyatakan itu dengan terus terang ketika ditanya tentang banyaknya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah padahal kebersamaannya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sangat singkat. Maka Thalhah berkata, “Demi Allah, kami tidak pernah ragu bahwa ia telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apa yang belum pernah kami dengar, dan ia juga mengetahui apa yang tidak kami ketahui. Sungguh saat itu kami termasuk golongan yang kaya, mempunyai banyak rumah dan keluarga, sehingga kami hanya mendatangi Rasulullah pada pagi hari dan petang, dan setelah itu kami pulang.”
Kedua : Bahwasanya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Thalhah sangat sibuk di tambah dengan kesibukannya dalam berdagang bersama para khalifah mengemban beban pemerintahan dan mengurus urusan rakyat. Juga memberikan nasihat dan pertimbangan-pertimbangan dalam musyawarah kepada mereka. Ia masuk dalam anggota majelis syura pada masa keempat khalifah, dan keterlibatannya dalam permasalahan pemerintahan dan menangani urusan rakyat tentunya sangat menguras waktu.
Ketiga : Thalhah tidak meluangkan waktunya untuk mengajar di majelis-majelis, fikih atau memberikan fatwa, sama seperti kebanyakan tokoh shahabat lainnya. Mereka telah mempercayakan itu kepada mereka yang meluangkan waktu mereka untuk terus mendampingi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan shahabat-shahabat muda lainnya yang berbagung dalam barisan mereka yang memenuhi hati mereka dengan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ilmu fikih, dan kemudian mengkhususkan diri untuk mengajarkan ilmu-ilmu tersebut. Dengan itu mereka telah membebaskan shahabat-shahabat lainnya dari kewajiban yang mulia tersebut. Setiap orang akan berkalan sesuai dengan takdirnya, dan akan mengisi setiap bidang yang ada di dalam Islam. Masing-masing akan bekerja sesuai dengan kemampuannya dengan sebaik-baiknya. Dengan beragamnya pekerjaan para shahabat, dan menyatunya bakat-bakat serta kemampuan yang mereka miliki, dan dengan kerja sama yang kokoh, maka pondasi Negara pun dapat ditegakkan di atas dasar yang kokoh dan keragaman yang saling menguatkan.
2. Hadits-hadits yang diriwayatkannya dan orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya
Thalhah meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar bin Khaththab.
Dan yang meriwayatkan darinya adalah putra-putranya : Ishaq, imaran, Isa, Musa dan Yahya.
Dari kalangan shahabat : Jabir bin Abdullah, dan As-Saib bin Yazid.
Dari kalangan tabi’in: Al-Ahnaf bin Qais, Abdullah bin Syaddaad bin Al-Hadi, Qabishah bin Jabir, Qais bin Abu Hazim, Malik bin Abu Amir, Al-Ashbahi kakek dari Malik bin Anas, Abu Utsman An-Nahdi, dan yang lainnya.
Kitab-kitab hadits menyebutkan sebanyak 38 hadits darinya.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, An-Nasa’I, Ibnu Hibban, dan yang lainnya dari Abdullah bin Utsman At-Taimi bahwasanya ia berkata, “Kami sedang bersama Thalhah bin Ubaidillah, lalu ia mendapat hadiah berupa daging dari bintang buruan, sementara saat itu mereka sedang dalam keadaan ihram, dan saat itu Thalhah sedang tidur. Ketika ia bangun kami berakata, “Ada daging binatang buruan yang dihadiahkan untukmu.” Ia berakata, “Apa daging binatang buruan yang dihadiahkan untukmu.” Ia berkata, “Kenapa kalian tidak memakannya?” ia berkata, “Kami pernah makan yang seperti itu bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, makanlah.” Maka mereka pun makan, dan ia ikut makan.
3. Menyebarnya ilmu pada keturunannya
Thalhah memiliki anak yang banyak, sebagian mereka merupakan ulama hadits yang terhormat, di antaranya :
- Ishaq: Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, Ibnu Abbas, dan dari Aisyah.
- Imran: Ia meriwayatkan dari ayahnya, juga dari Ibunya Hamnah binti Jahsy, dan dari Ali bin Abu Thalib.
- Isa: Ia mengambil hadits dari ayahnya, dan dari banyak shahabat lainnya.
- Musa: Ia mendengar hadits dari banyak shahabat, dan ia termasuk di antara ulama besar.
- Yahya : Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, dari ibunya Su’da binti Auf Al-Murriyyah, dan dari Abu Hurairah.
Putrinya bernama Aisyah, ia meriwayatkan hadits dari bibinya ummul mukminin Aisyah, dan orang-orang banyak yang meriwayatkan hadits darinya karena keutamaan dan adabnya.
Kemudian hadits-hadits tersebut berpindah kepada cucu-cucunya, dan jumlah mereka banyak. Di antara ulama yang terkenal dari mereka adalah : Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, Ishaq bin Yahya bin Thalhah, Bilal bin Yahya bin Thalhah, Thalhah bin Yahya bin Thalhah, dan Mua’awiyah bin Ishaq bin Thalhah.
Dan ilmu-ilmu tersebut terus mengalir kepada keturunannya yang selanjutnya, di antara yang terkenal dari mereka adalah : Abdullah bin Muhammad bin Imran bin Ibrahim bin Thalhah, Abdurrahman bin Muhammad bin Yusuf bin Ya’qub bin Thalhah, Al-Qasim bin Muhammad bin Zakariya bin Thalhah, Muhammad bin Imran bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, dan Ya’qub bin Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah.
Begitulah pohon ilmu terus tumbuh tinggi dalam keluarga Thalhah, cabang-cabangnya terus menjalar, dan memberikan buahnya. Banyak sekali dari keturunannya yang mnejadi ulama hadits dan fikih. Allah Ta’ala memuliakannya dengan penyejuk mata dari istri-istrinya, anak-anaknya, dan cucu-cucunya. Dengan keturunannya yang bersih dan hasil didikannya yang baik maka pahalanya pun terus mengalir kepadanya.
Bersambung Insya Allah . . .
Artikel http://www.SahabatNabi.com