Categories
Abdurrahman bin Auf

Biografi Sahabat Nabi, Abdurrahman Bin Auf : Ilmunya dan Hadits-Hadits yang Diriwayatkannya (Seri 11)

D. Ilmunya dan Hadits-Hadits yang Diriwayatkannya

Kebersamaan Abdurrahman bin Auf dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membentang selama masa kenabian. Ia menemani beliau di Mekah dan Madinah, menghadiri mejelis-majelis beliau, dan menyertai hari-hari beliau bersama para shahabat dan kaum muslimin lainnya, sementara beliau mengajarkan syariat kepada mereka, mendidik mereka, dan mengarahkan mereka kepada jalan-jalan hidayah. Ibnu Auf juga berjihad di bawah panji beliau, dan tak pernah sekalipun absen dari seluruh peperangan yang beliau ikuti. Ia belajar langsung dari Al-Qur’an dari beliau saat diturunkannya, mengambil sunnah langsung dari lisan beliau, dan mendengar banyak sekali hadits selama masa yang membentang selama lebih kurang dua puluh tahun tersebut.

Di antara bukti keluasan ilmunya adalah dia merupakan salah seorang yang memberikan fatwa pada masa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan masa tiga khulafaur rasyidin setelah beliau. Umar dengan kadar keilmuan yang dimilikinya dan kedudukannya dalam ilmu juga mendatanginya pada banyak kesempatan, dan mendapatkan ilmu yang ia pelajari sebagiannya pada seorang alim umat ini yaitu Abdullah bin Abbas.

Namun riwayat yang dapat ditemukan dari Ibnu Auf tidak lebih dari 65 hadits saja. Ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan rentang waktu kebersamaannya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Namun keadaan ini juga dijumpai pada banyak shahabat yang seperti Abdurrahman Radhiyallahu Anhu.

Dan penjelasan tentang hal ini mudah sebagaimana yang dapat dilihat oleh penulis. Pada masa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abdurrahman adalah salah seorang pembantu dan pembela beliau, yang sibuk dalam menyampaikan dakwah dan risalah. Dan pada masa tiga khalifah, ia adalah salah satu pondasi dalam tegaknya negara Islam, serta salah seorang penasehat terdekat dan terpercaya pada masa para khalifah. Dan ini dikuatkan dengan pencalonannya untuk jabatan kepemimpinan tertinggi serta pemilihan Utsman setelah Umar. Juga kedudukannya sebagai pemimpin haji pada lebih dari satu kesempatan, hajinya bersama ummahatul mukminin, dan semua itu tentnya mengambil banyak sekali waktunya.

Dan salah satu bukti yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an, sunnah, dan fikih, adalah penyerahan kepemimpinan haji kepadanya pada masa Umar dan Utsman. Kedudukan yang mulia ini tidak akan diserahkan kecuali kepada orang yang merupakan penghulu para ulama, dan mempunyai pengetahuan yang luasa dalam manasik haji. Itu adalah hari-hari di mana jabatan begitu dihormati dan sakral, yang tidak didapat dengan rekomendasi kezhaliman, juga tidak bergantung kepada dekat atau jauhnya hubungan dengan para penguasa. Hari-hari di mana amanah diberikan kepada yang berhak dari orang-orang yang terhormat, yang mempunyai kelayakan dan kontribusi yang mulia. Dan hari-hari dimana masalah hukum serta urusan umat tidak diserahkan kepada orang-orang bodoh yang tidak berilmu dan kemudian berbicara tentang urusan umat tanpa adanya kemampuan.

Semua itu ditambah lagi dengan fakta bahwasanya banyak waktu Abdurrahman digunakan untuk mengembangkan hartanya, mengurus perniagaannya, serta mengurus pengeluarannya di berbagai bentuk amal dan membantu kaum muslimin.

Karena berbagai sebab itulah Abdurrahman tidak bisa memimpin majelis-majelis ilmu, atau memberikan seluruh waktunya dalam kelompok-kelompok pengajian untuk menyebarkan dan mengajar ilmu. Ia juga telah melihat banyak pemuda dari kalangan shahabat dan ulama yang cukup untuk mengemban pekerjaan yang mulia ini.

Dan masyarakat muskim tidak hanya tegak dengan ulama saja, sebagaimana tidak dapat ditegakkan oleh para pedagang saja, karena setiap orang akan berjalan sesuai jalurnya.

Dengan bertemunya berbagai bakat dan adanya berbagai kontribusi yang saling melengkapi dan tujuan yang saling menguatkan, maka muncullah satu kelompok yang saling menyempurnakan dan sebuah masyarakat yang lurus. Yang berdiri dari khalifah dan para pembantunya, ulama dan pedagang, yang kaya dan yang miskin, laki-laki dan perempuan, para mujahidin dan para pekerja, serta berbagai kelompok sosial lainnya.

1. Hadits-hadits yang diriwayatkannya

Disebutkan oleh sekelompok ulama, di antaranya Ibnu Hazm, An-Nawawi, dan Adz-Dzahabi bahwasanya Kutuh As-Sittah (enam kitab hadits) meriwayatkan 65 hadits dari Abdurrahman.

Abdurrahman meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan dari Umar bin Khaththab.

Dan kalangan shahabat yang meriwayatkan hadits darinya antara lain Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Jubair bin Muth’im, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, dan Al-Miswar bin Makhramah Radhiyallahu An-hum.

Dan dari anak-anaknya Ibrahim, Humaid, Umar, Mush’ab, dan Abu Salamah.

Dan putra dari anaknya Al-Maswar bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf.

Dan juga meriwayatkan darinya yakni Bajalah bin Abdah, Raddad Al-Laitsi, Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Qabishah bin Duz’aib, Malik bin Aus bin Al-Hadatsan, serta yang lainnya.

Diriwayatkan oleh Malik, Ahmad, Asy-Syaikhani, dan yang lainnya, dari Ibnu Abbas, “Bahwasanya Umar bin Khaththab berangkat menuju Syam. Ketika sampai di Sargh ia ditemui oleh para panglimanya Abu Ubaidah bin Jarrah beserta para shahabatnya dan mereka memberitahunya bahwa sebuah wabah penyakit tengah menyebar di negeri Syam. Ibnu Abbas berkata, Maka Umar berkata, “Panggilkan untukku kelompok Muhajirin yang pertama”, mereka pun datang dan Umar bermusyawarah dengan mereka, Kemudian ia berkata, “Panggilkanlah para shahabat Anshar untukku.” Maka aku memanggil mereka dan Umar bermusyawarah dengan mereka” Kemudian Umar bermusyawarah dengan tetua Quraisy, lalu ia membuat keputusan untuk membawa rombongannya kembali dan tidak membawa mereka kepada wabah tha’un yang tengah menyebar di dataran rendah Jordaniah. Dan di akhir riwayat disebutkan, “Lalu datangilah Abdurrahman bin Auf, ia sempatkan tidak hadir karena suatu keperluan. Kemudian ia berkata, “Aku memiliki sebuah ilmu dalam hal ini. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika engkau mendengar suatu wabah di sebuah negeri maka janganlah kalian memasukinya, namun jika itu terjadi di sebuah negeri dan kalian telah berada di dalamnya, maka janganlah melarikan diri darinya.” Maka Umar memuji Allah dan berlalu.”125

Dan diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim yang menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabi, dari Kuraib pembantu Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas berkata, “Aku pernah duduk bersama Umar saat ia menjabat sebagai khalifah, lalu ia berkata, “Wahai Ibnu Abbas, tidakkah engkau pernah mendengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau dari salah seorang shahabatnya sebuah hadits yang menyebutkan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika seorang lupa di dalam shalatnya?” Aku menjawab, “Tidak, tidakkah engkau pernah mendengarnya wahai amirul mukminin?” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, “Apa yang sedang kalian bicarakan?” maka Umar berkata, “Aku bertanya kepadanya, apakah ia pernah mendengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau daru salah seorang shahabatnya sebuah hadits yang menyebutkan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika seseorang lupa di dalam shalatnya?” Maka Abdurrahman berkata, “Aku memiliki ilmu tentang itu.”Umar berkata, “Katakanlah, engkau adalah orang yang adil dan diridhai.” Maka Abdurrahman berkata.” Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian ragu apakah ia telah mengerjakan dua rakaat, maka pilihlah yang satu rakaat. Dan jika ia ragu antara tiga dan empat maka hendaklah ia mengambil yang tidak rakaat, kemudian ia menyempurnakan yang tersisa dari shalatnya, sehingga keraguannya terdapat dalam tambahan rakaat. Setelah itu hendaklah ia melakukan sujud dua kali saat ia duduk sebelum salam.”

Dan diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lainnya, dari Amru bin Dinar, ia telah mendengar Bajalah bin Abdah berkata, “Dulu aku adalah sekretaris Jaza’ bin Muawiyah paman dari Al-Ahnaf bin Qais. Lalu datang sebuah surat dari Umar setahun sebelum wafatnya, yang memerintahkan untuk membunuh setiap penyihir laki-laki dan wanita, dan pisahkan dua orang suami istri yang muhrim dari kaum majusi dan agar melarang mereka mengeluarkan suara dari hidung ketika makan, Maka kami membunuh tiga orang penyihir dan kami pisahkan suami istri yang berasal dari muhrim menurut kitabullah. Lalu Jaza’ membuat makanan yang banyak dan meletakkan pedang di atas pahanya. Kemudian ia mengundang orang-orang majusi, dan mereka makan tanpa mengeluarkan suara dari hidung. Sebelumnya Umar tidak mengambil atau menerima jizyah dari orang-orang majusi, hingga kemudian Abdurrahman bin Auf bersaksi bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengambilnya dari kaum majusi di Hajar.”126

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Alhakim dengan sanad yang shahih dari Abdullah bin Qarizh, “Bahwasanya ia masuk menemui Abdurrahman bin Auf saat ia sakit, maka Abdurrahman berkata kepadanya, “Engkau telah menemukan kasih sayang. Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Akulah rahman yang maha pengasih, aku telah menciptakan Rahim (kasih sayang), dan memberinya nama dari nama ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Aku sambungkan pula baginya dan barang siapa yang memtuskannya, maka akan Aku putuskan hubunganku dengannya.”

Dan diriwayatkan oleh Ahmad, An-nasa’I, dan Ibnu Majah, dari An-Nadhr bin Syaiban berkata, “Katakanlah kepadaku tentang suatu hal yang engkau dengar dari ayahmu mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan tidak ada seorangpun perantara ayahmu dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, tentang bulan Ramadhan, dan aku sunnahkan atas kalian shalat pada malamnya. Maka barang siapa yang berpuasa dan shalat malam pada bulan itu dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.”

2. Pemahaman Agamanya

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Abdullah bin Niyar Al-Aslami, dari ayahnya berkata, “Abdurrahman adalah salah seorang yang memberikan fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan juga pada masa Abu Bakar, Umarm dan Utsman, sesuai dengan apa yang telah didengarnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.”

Ibnu Hazm Menyebutkan nama-nama shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang memberikan fatwa, dan mereka ada dalam tiga kelompok : Yang banyak mengeluarkan fatwa, yang menengah, dan yang sedikit mengeluarkan fatwa. Di antara yang menengah adalah Abu Bakar, Utsman, Anas, Abu Hurairah, Abdurrahman bin Auf, dan yang lainnya. Ibnu Hazm berkata, “Mungkin hanya sebagian kecil saja yang bisa dikumpulkan dari fatwa masing-masing mereka.”

Syaqiq bin Salamah meriwayatkan dari Abu Jarir Al-Bajali berkata, “Kami keluar dalam keadaan berihram, lalu aku melihat seorang arab badui yagn membawa kijang, maka aku membelinya darinya dan menyembelihnya dan lupa akan kepadaanku. Lalu aku mendatangi Umar dan menceritakan masalahku kepadanya, maka ia berkata, “Datangilah beberapa saudaramu dan biarkan mereka menentukan hukum kepadamu. Maka aku mendatangi Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Malik, dan mereka menghukumku dengan membayar seekor kambing jantan.”

Dan diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Qubaishah bin Jabir Al-Asadi salah seorang dari fuqaha Kufah ia berakata, “Aku berada dalam keadaan berihram, lalu aku melihat seekor kijang, maka aku memanahnya dan ia mati. Aku merasa tidak tentram karenanya. Maka aku mendatangi Umar bin Khaththab untuk bertanya kepadanya. Aku mendapati seorang laki-laki putih dengan wajah lembut berada disampingnya, dan ternyata ia adalah Abdurrahman bin Auf. Lalu aku bertanya kepada Umar, ia menoleh kepada Abdurrahman dan bertanya, “Menurutmu seekor domba betina cukup untuknya?” ia berkata, “Ya, cukup.” Maka ia pun menyuruhku untuk menyembelih seekor domba betina.”

3. Penyebaran Ilmu pada Keturunannya

Disebutkan oleh Ibnu Sa’ad dalam kitab Ath-Thabaqat, dan juga Mush’ab Az-Zubairi dalam Nasab Quraisy, sejumlah besar anak-anak Abdurahman dan juga cucu-cucunya dan yang setelah mereka. Lalu Ibnu Hazm mengutipnya dalam Jamharah Ansab Al-Arab dan sekaligus menyingkat perkataan mereka berdua dan juga menambahnya. Ia membuat sebuah bab khusus yang menyebutkan jumlah besar dari keturunan Ibnu Auf. Mereka adalah para pemimpin Quraisy dan tokoh-tokoh terkemuka di masyarakat. Nama mereka terpampang dalam banyak medan kepemimpinan dan keutamaan. Banyak di antara mereka yang menjadi gubernur, menteri, toko terhormat, hakim, ahli hadits, ahli fikih, dan yang lainnya. Mereka juga menyebar di bagian Timur dari wilayah Islam maupun di bagian Baratnya.127

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.