Categories
Abdurrahman bin Auf

Biografi Sahabat Nabi, Abdurrahman Bin Auf : Perjalanan Hidup dan Kepribadiannya (Seri 9)

C. Perjalanan Hidup dan Kepribadiannya

3. Infak dan Pemberiannya yang melimpah

Pandangan Abdurrahman kepada harta adalah sesuai padangan Islam dengan pemahamannya yang menyeluruh dan seksama, yang membolehkan seorang muslim, dan bahkan mendorongnya untuk memperoleh kekayaan tanpa batas, serta mendapatkan harta yang banyak tanpa khawatir akan apapun. Semua itu dengan syarat ia mengumpulkannya dari sumber yang baik, dan mendapatkannya  dengan cara yang halal. Lalu harta itu tetap berada di tangannya, dan tidak membiarkannya menguasai hatinya. Juga tidak membiarkan dirinya menderita karena menyimpan dan menghitung-hitungnya sehingga merenggut akalnya dari dirinya. Namun hendaknya ia mengumpulkan harta itu dengan tenang dan kemudian menginfakkanya untuk berbagai tujuan yang baik. Dengan harta tersebut ia bisa membahagiakan dirinya, keluarganya, kaum kerabatnya, saudara-saudaranya, dan seluruh anggota masyarakatnya. Ia bisa menggunakan harta tersebut untuk menolong mereka yang membutuhkan, mempekerjakan pengangguran, membentuk yayasan sosial, memperkokoh sendi-sendi sosial, menyokong pasukan yang akan berjihad, membantu para da’I dan orang-orang yang mengurus kaum muslimin, sehingga ia bisa mewujudkan tujuan utama dan makna hakiki dari kekayaan itu sendiri, serta menerjemahkan dengan baik sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.”

Namun jika ia telah sesat dalam cara mengumpulkan harta dan cara-cara mendapatkannya, lalu melenceng dalam menginvestasikannya serta cara membelanjakannya, maka harta tersebut akan menjadi musibah dan kerugian baginya. Dan hanya akan membawa petaka dan kehancuran bagi umat, sebagaimana yang kita lihat dari perbuatan orang-orang bodoh!

Orang-orang kaya dari generasi awal kaum muslimin merupakan contoh terbaik dari sosok seperti Abdurrahman. Ibnu Auf adalah tuan bagi hartanya, dan tak sekalipun ia menjadi budak bagi hartanya. Berbagai sikap dan tindakannya yang mulia merupakan bukti paling jujur tentang itu, serta dalil yang paling jelas dalam mengikuti jalan terbaik dan cara yang paling lurus dalam mengurus harta, baik ketika mengumpulkannya maupun saat membelanjakannya. Ia merupakan teladan bagi orang-orang yang mempunyai kekayaan berlimpah dalam hal menginfakkannya kepada orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

Dengarkanlah kabar yang benar ini yang dituturkan oleh salah seorang dermawan yang terdepan dalam berinfak dan bersedekah, yaitu Thalhah bin Ubaidillah ketika ia berkata, “Penduduk Madinah merupakan tanggungan bagi Abdurrahman bin Auf. Ia meminjamkan hartanya kepada sepertiga dari mereka, sepertiga yang lain ia bantu dengan membayarkan hutang mereka, sepertiga yang lain ia bantu dengan membayarkan hutang mereka, dan ia memberikan hartanya kepada sepertiga yang lain untuk menjaga hubungan dengan mereka.”

Tidak layakkah bagi laki-laki seperti tokoh ini untuk menjadi salah seorang yang terkaya?! Tidakkah shahabat mulia ini diberkahi dalam hartanya, dan hara itupun diberkahi karena berada di tangan pahlawan ini!

Perhatikan juga riwayat yang mengagumkan ini, yang diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mubarak di dalam kitab Az-Zuhd, dan juga Ath-Thabrani, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir, dan yang lainnya, dari Az-Zuhri berkata, “Pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Abdurrahman bin Auf mesedekahkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu, lalu ia bersedekah sebanyak empat puluh ribu, lalu ia kembali bersedekah sebanyak empat puluh ribu dinar. Kemudian ia membekali lima ratus kuda di jalan Allah, dan juga membekali seribu lima ratus tunggangan di jalan Allah, dan kebanyakan dari hartanya bersumber dari perniagaan.

Ini semua adalah pemberian dari seorang laki-laki yang tidak takut miskin!

Dan di riwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Sa’ad, Abu Nu’aim, Al-Hakim, dan yang lainnya, dari Ummu Bakar binti Al-Miswar bin Makhramah, “Bahwasanya Abdurrahman bin Auf menjual tanah miliknya kepada Utsman seharga empat puluh ribu dinar. Maka ia membagikan uang itu kepada orang-orang miskin dari Bani Zuhrah dan orang-orang yang membutuhkan, serta kepada para ummahatul mukiminin. Al-Miswar berkata “Siapa yang mengirim ini?” Aku menjawab, “Abdurrahman bin Auf”, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak ada yang peduli kepada kalian sepeninggalanku kecuali orang-orang yang sabra.” Semoga Allah memebri Ibnu Auf minuman dari mata air Salsabil di surga.”

Dan dalam riwayat Ibnu Sa’ad dari Ummu Bakar binti Al-Miswar bin Makhramah, dari ayahnya berkata, “Abdurrahman bin Auf menjual Kaidamah122 Miliknya kepada Utsman bin Affan seharga empat puluh ribu dinar. Ketika uang itu sampai di tangannya, ia memanggilku dan Abdurrahman bin Al-Aswad serta seorang lainnya, lalu ia berkata, “Sebagaimana kalian lihat, harta ini terkumpul, dan aku akan memulai dari istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan ia memberi masing-masing dari mereka sebanyak seribu dinar. Ketika uang tersebut sampai ke tangan mereka, mereka berterimakasih dan berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah berkata, “Tidak aka nada yang menjaga kalian sepeninggalanku nanti kecuali orang tulus yang pemurah” yaitu Abdurrahman bin Auf. Setelah itu ia membagikan yang tersisa kepada kaum kerabatnya. Dan ketika ia berdiri tidak ada lagi yang tersisa di tangannya.”

4. Kepeduliannya kepada Ummahatul Mukminin Radhiyallahu An-hunna, Kebaikannya kepada mereka, dan Hubungannya dengan mereka

Allah Ta’ala telah memuliakan Abdurrahman dengan harta yang sangat banyak ini, dan menyempurnakan nikmatnya dengan mengarahkannya untuk menginfakkan hartanya demi kebaikan kaum muslim. Juga dengan menunjukinya jalan terbaik untuk pengeluaran hartanya, serta yang paling terhormat, dan yang paling besar pahalanya. Allah memberinya kemuliaan untuk melayani istri-istri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan terus menerus berbuat baik kepada mereka, serta menjaga hubungan dengan mereka dengan berbagai bentuk pemberian, maupun ibadah, dan menunaikan haji dengan mereka, serta bentuk-bentuk kebaikan lainnya.

Nikmat Allah kepada Ibnu Auf semakin sempurna dengan berbagai pujian yang terlontar langsung dari lisan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam yang benar. Beliau memuji perbuatan Abdurrahman dan memuliakannya di antara para Shahabatnya atas posisinya yang terdepan dalam segala medan kebaikan kepada ummahatul mukminin. Beliau juga mengumumkan di hadapan semua orang tentang kedermawaannya kepada mereka, serta penghormatannya yang demikian besar terhadap mereka.

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab Al-Fadha’il, dan At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan yang lainnya, dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Adz-Dzhabi, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, “Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Sesungguhnya urusan kalian merupakan salah satu hal penting yang aku pikirkan sepeninggalanku nanti, dan tidak akan bisa ada yang bersabar mengurus kalian nanti kecuali orang-orang bersabar.” Ia berkata, kemudian Aisyah berkata, “Maka Allah memberi ayahmu minuman dari mata air salsabil di surga.” Maksudnya Abdurrahman bin Auf, di mana ia memberi istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam harta sebanyak empat puluh ribu.”

Dan diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Sa’ad, Ibnu Abi Ashim, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim yang menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabi, dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada istri-istrinya, “Sesungguhnya orang yang peduli kepada kalian sepeninggalanku nanti adalah benar-benar seorang yang tulus dan pemurah.”

Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang menganggapnya hadits hasan, dan juga Al-Hakim yang menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabi, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, “Bahwasanya ayahnya mewasiatkan sebidang kebun untuk ummahatul mukminin yang terjual sepeninggalnya seharga empat puluh ribu dinar.”123

5. Wasiatnya dalam hal Sedekah dan Infak sepeninggalnya

Abdurrahman tidak merasa cukup dengan berbagai hibah dan pemberian yang begitu melimpah yang ia berikan selama hidupnya, namun ia juga mewasiatkan sedekah dalam jumlah yang besar yang hari dikeluarkan setelah wafatnya. Ia meninggalkan harta yang sangat banyak untuk ahli warisnya, namun ia juga mengikat tangan mereka dalam bagian yang telah ia tentukan. Ia meminta mereka untuk mengeluarkan bagian tersebut, dan menginfakkannya di jalan yang mulia yang telah ia tetaapkan.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Urwah bin Zubair, “Bahwasanya Abdurrahman bin Auf mewasiatkan lima puluh ribu dinar di jalan Allah, setiap orang mendapat bagian darinya sebanyak seribu dinar.”

Dan Al-Bukhari meriwayatkan dalam Tarikh nya dan juga Ibnu Asakir dari Az-Zuhri berkata, “Abdurrahman bin Auf berwasiat untuk pejuang Badar yang masih tersisa, masing-masing sebanyak empat ratus dinar, dan jumlah mereka saat itu seratus orang. Mereka pun mengambilnya. Utsman termasuk di antara yang mengambil bagiannya, sementara ia adalah khalifah!”

Utsman bin Affan yang kaya dan terhormat mengambil bagiannya dari harta tersebut. Dan saat ditanya tentang itu ia berkata, “Harta Abdurrahman adalah halal dan bersih, dam memakannya membawa keselamatan dan keberkahan.”

Dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Az-Zuhri berkata, “Abdurrahman mewasiatkan seribu kuda di jalan Allah.”

6. Membebaskan budak

Abdurrahman terus mengikuti semua jalan kebaikan yang dapat dilaluinya untuk berinfak. Ia membangun sebuah pondasi kebaikan dalam masyarakat muslim. Ia merupakan contoh tertinggi dan teladan yang patut diikuti oleh setiap muslim yang kaya dalam berinfak dan saling berlomba dalam sedekah. Abdurrahman mendapati bahwa salah satu tujuan tertinggi dari Islam adalah membebaskan manusia dengan cara menghancurkan belenggu perbudakan, serta mengangkat manusia menuju jenjang kemuliaan yang terdapat dalam kebebasan sebagaimana setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tersebut. Maka ia pun membuka tangannya untuk itu. Ia menorehkan banyak peran yang mengagumkan, yang mencerminkan kebaikan, rasa cinta, dan kasih sayang. Ribuan jiwa telah ia bebaskan, dan untuk itu ia telah mempersembahkan apa yang tidak mungkin kita dapatkan dalam lembaran sejarah, kecuali pada diri segelintir orang.

Dan dalam hal ini, ia memulainya dari ibunya Asy-Syifa Radhiyallahu Anha, yang wafat pada masa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan tentunya dialah yang paling berhak menerima kebaikan, dijaga hubungan dengannya, dan sedekah atas namanya. Maka Abdurrahman pun membebaskan banyak budak sebagai sedekah atas nama ibunya, dan sebagai bakti kepadanya. Disebutkan Ibnu Sa’ad dalam biografinya, “Asy-Syifa ibu dari Abdurrahman termasuk di antara mereka yang hijrah, dan karenanya lah terdapat sunnah memerdekakan budak atas nama orang yang sudah meninggal. Ia wafat pada masa hidup Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan kemudian Abudurrahman bin Auf berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku membebaskan budak atas nama ibuku?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya boleh”, maka ia pun membebaskan budak atas nama ibunya.”

Dan diriwayatkan oleh Al-Hakim, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir, dan yang lainnya, dari Ja’far bin Burqan berkata, “Telah sampai kepadaku bahwasanya Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan tiga puluh ribu rumah.” Dan dalam riwayat lain, “Tiga puluh ribu jiwa.”

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.