Categories
Abu Ubaidah

Biografi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah : Ciri Fisik & Nasabnya (Seri 1)

A. Asal-Usul Abu Ubaidah, Pertumbuhan, Dan Keislamannya

1. Nama abu Ubaidah, nasab, sifat, dan gambaran fisiknya

Suku Quraisy menempati kedudukan yang utama di Jazirah Arab dan dihormati oleh suku-suku lainnya karena posisinya sebagai pengelola Ka’bah yang dikunjungi oleh bangsa Arab dari berbagai penjuru.

Di Mekah tempat Ka’bah berada, dikelilingi oleh gunung-gunung tandus, tempat berhembusnya angin dari padang pasir yang luas, lahirlah seorang anak dari rahim suku Quraisy. Sosok yang tidak dikenal oleh sejarah sebelum cahaya kenabian muncul dan mataharinya bersinar di atas langit Mekah.

Di sana lahirlah Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Al-Yas, bin Mundhar bin Nazar bin Maad bin Adnan Al-Quraisy Al-Fihri Al-Makki.

Ayahnya, Abdullah bin Al-Jarrah tumbuh besar sebagai penganut agama kaumnya dan meninggal dunia sebelum munculnya Islam. Sedangkan ibunya adalah Ummu Umaimah binti Ghanam bin Jubair, sempat masuk Islam dan menjadi salah satu shahabiah pengiring Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Dari kedua orang tua ini lahirlah Amir, maka dia adalah keturunan Arab Quraisy. Nasabnya bertemu dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada kakek ke tujuh, yaitu Fihr bin Malik.

Orang yang pernah melihatnya menggambarkanfisiknya sebagai berikut: Dia adalah seorang laki-laki yang kurus , berwajah tirus, memiliki janggut yang tipis, berperawakan tinggi, punggungnya sedikit miring, gigi depannya patah, dan memiliki dua jalinan rambut. Dia menggenakan sebuah cincin yang bertuliskan “Kejujuran adalah kemuliaan”.

Pada saat tua, ketika rambutnya mulai ditumbuhi oleh banyak uban, dia menyemir rambut dan janggutnya dengan inai.

Beberapa karakter fisiknya menyerupai Abu Bakar Ash-Shiddiq, bahkan dia menyerupai Abu Bakar di beberapa sifat dan akhlaknya.

Amir dilahirkan di Bithah, Mekah Al-Mukarramah pada tahun 27 sebelum Nabi diutus. Dia sebaya dengan Umar bin Khaththab dan lebih muda 13 tahun dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

2. Pertumbuhannya, keislamannya, dan julukannya

Anak  ini membuka matanya di lingkungan yang dikelilingi oleh kesyirikan terhadap Allah dan kebodohan tentang hakikat alam dan tujuan penciptaan. Dikuasai oleh kebiasaan penyebahan berhala yang merendahkan kemuliaan manusia ke derajat paling bawah sehingga membuatnya tunduk dan menyerah pada kebiasaan nenek moyangnya, maka dia sempat bersujud kepada selain Allah dan melakukan beberapa kemaksiatan.

Amir bukanlah orang yang pertama melakukannya, dia tumbuh di lingkungan yang dikuasai oleh kebiasaan jahiliyah di mana anak-anak meniru orang tua mereka. Hanya saja, sejarah tidak mencatat kisah tentang kehidupan Amir dalam kebodohan jahiliyah dan keburukan akhlaknya. Kondisinya sama seperti kebanyakan para shahabat mulia yang tidak diketahui cerita kehiduapannya di masa jahiliyah. Pada masa itu mereka terkukung di jazirah mereka, tidak peduli dengan urusan dunia luar sebagaimana dunia luar tidak mengenal mereka, kecuali rombongan yang berangkat dari negeri-negeri mereka atau datang ke tempat mereka untuk urusan perdagangan atau penghormatan atas Ka’bah.

Jika tidak ada Islam, tentu Amir akan mati dan dikubur bersama kisah kehidupannya. Tak ka nada seorang pun yang mengenalnya sebagaimana halnya ribuan manusia yang mati sebelum datangnya Islam, bahkan setelah setelah kedatangannya. Mayoritas shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hidup pada masa Islam, melayani risalahnya, mengorbankan jiwa dan raganmya untuk Islam, dan pergi menemui Allah Subhanahu wa Ta’ala , namun tidak ada seorang pun yang mengenal mereka, bahkan nama mereka tidak tercatat dalam sejarah sehingga orang-orang tidak tahu apa-apa tentang mereka, ketiaka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaksanakan haji wada’, ikut bersama beliau 120 ribu kaum muslimin. Di mana tercantum nama-nama mereka dan diaman tercatat biografi mereka? Yang ada di tangan kita hanya sekitar sepuluh ribu biografi shahabat. Kebanyakan tidak lebih dari beberapa garis saja.

Kita tidak mengetahui sedikitpun cerita tentang shahabat yang satu ini pada masa sebelum datangnya Islam. Ketika dia masuk Islam bintangnya langsung bersinar, sosoknya jadi terkenal dan namanya senantiasa disebut-sebut.

Dia biasa dipanggil Abu Ubaidah. Panggilan ini lebih popular dibandingkan namanya. Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat biasa memanggilnya dengan panggilan tersebut.

Sedangkan julukannya, Rasulullah menganuhgerahkan padanya sebuah sifat yang sangat indah, yaitu “Kepercayaan Umat”. Julukan ini jadi kiri khasnya yang selalu menempel dengan namanya seolah-olah menjadi bagian dari nasabnya yang tidak mungkin dipisahkan.

Dia dikenal di kalangan orang-orang dengan nama, panggilan dan julukannya tersebut, baik dikalangan shahabat secara umum maupun khusus dan di kalangan sejarawan saat menuliskan kisah tentangnya.

Seiring dengan turunnya wahyu ke hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berupa permulaan surat Iqra’ dan cahaya Al-Qur’an memancar dari gua hira, maka cahaya itu langsung meliputi seluruh penjuru Mekah. Sehingga sekelompok orang menyatakan keimanannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka lah kelompok pertama yang membentuk masyarakat Islam dan yang mengemban tanggungjawab dakwah ke seluruh alam semesta.

Berimanlah pemuka agama dan pemimpin umat, tuannya kaum muslimin dan pengikut Nabi paling mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radiyallahu Anhu. Dia adalah orang pertama yang diajak masuk Islam setelah rumah Nabi yang penuh berkah, sehingga dia menjadi orang dewasa merdeka yang menyatakan keimanannya terhadap risalah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Setelah Abu Bakar menyatakan keimanannya, dia langsung bangkit berdakwah membawa panji Islam dibawah naungan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka dia mengajak beberapa orang yang dipercayanya dari kaumnya. Hasilnya, lima orang dari mereka menerima ajakan Abu Bakar tanpa ragu sedikitpun, yaitu Utsman bin Affan, Thalha bin Ubaidah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.

Mereka bersama Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah dan putrid Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan kelompok pertama dan yang paling dahulu masuk Islam.

Seruan masuk Islam terus tersebar ke seantero Mekah, menghembuskan pengaruhnya kepada jiwa-jiwa yang suci, hati yang hidup dan akal yang mencari cahaya. Desas-desus dakwah terus menyebar dan menjadi bahan bicaraan khalayak ramai, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Satu persatu mulai masuk Islam, laki-laki dan perempuan, budak dan orang merdeka. Maka keislaman kelompok kedua terjadi pada masa awal dakwah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk ke rumah Arqam bin Abil Arqam.

Beberapa orang datang menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka adalah Utsman bin Mazh’un, Ubaidah bin Harits bin Muththalib, Abu Salamah bin Al-Asad, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Khabbab bin Al-Art, Sa’id bin Zaid dan istrinya Fatimah binti Khaththab saudari Umar. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyampaikan Islam kepada mereka, mengajarkan prinsip-prinsipnya hingga mereka semua masuk Islam.

Terdepannya Abu Ubaidah dan kawan-kawan dalam menyatakan keislaman dan keimanan terhadap dakwah Islam memberi gambaran tentang kualitas hidupnya. Hal tersebut mengungkapkan tentang jiwanya yang bebas dan kelebihannya berupa akal yang jernih, pandangan yang tajam, pemikiran yang cemerlang, dan kemuliaan yang sempurna. Dia melepaskan diri dari keyakinan nenek moyang, menjahui kesesatan penyemabahan berhala dan keburukan perilaku syirik yang memenuhi ruamah-rumah di Mekah dan menutup akal mayoritas penduduknya dan para pembesaranya.

Saat fajar Islam terbit, Abu Ubaidah berusia 17 tahun. Dia masih sangat muda dan memilki keinginan yang menyala-nyala serta pikiran yang cemerlang. Maka dia menjadikan akalnya sebagai pemimpin, tindak tanduk pada pembesar kaumnya, tidak takut atas pilihan yang diambilnya jika tampak olehnya tanda-tanda kebenaran sehingga menggerakkan jiwanya yang paling dalam, membuka pengunci hatinya, dan membangunkan kerinduan nuraninya. Dia pun memasuki pintu Islam dan taman iman tanpa pernah berhenti dan tidak merasa takut ataupun malu.

Hal ini menunjukkan bahwa pemuda yang cerdas ini tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakatnya yang dapat mengatur jiwanya dan menyetir akal pikiran dalam membentuk kepribadiannya dan menentuka jalan hidupnya sehingga mencegahnya untuk tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi dadanya begitu cepat menerima pencerahan Islam, akalnya begitu mudah memahaminya, dan jiwanya segera menyambutnya. Merasuklah keimanan ke dalam hatinya dan meresap ke dalam relung jiwanya. Dia pun bergabung dengan para pengemban risalah dakwah yang berkumpul di dalamnya kaum lelaki dan perempuan, orang tua dan pemuda, orang merdeka dan para budak. Hati mereka bertemu, tangan mereka saling berpegang erat, masing-masing mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk menyukseskan misi dakwah mereka.

Abu Ubaidah dan orang-orang yang beriman bersamanya menjelma sebagai generasi pertama yang masuk Islam. Mereka semua, meski jumlahnya sedikit, merupakan pasukan dakwah dan penjaga risalah. Tidak ada seorang pun yang mendahului mereka menempuh jalan kebaikan tersebut.

Bersambung Insya Allah . . .

Artikel http://www.SahabatNabi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.