5. Para gubernur dan panglima
Dalam mengangkat gubernur wilayah, Utsman memilih dengan selektif. Dia hanya mengangkat orang-orang yang beriman, jujur, memiliki reputasi yang baik, komitmen pada syariat, taat pada khalifah, peduli pada rakyat, gemar menyiarkan risalah keagamaan, bijaksana, dan terlatih dalam berperang.
Utsman juga mengikuti jejak Umar, dia tidak menurunkan seseorang dari jabatan kecuali jika ada pengaduan atau dia sendiri yang meletakkan jabatannya meski tidak ada pengaduan.
Dia berpesan pada para gubernur untuk senantiasa menjaga ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertindak sebagi pengayom bukan sebagai penarik pajak. Utsman menulis surat kepada para panglima pasukan, “Amma ba’du, maka sesungguhnya kalian adalah penjaga dan pembela kaum muslimin. Umar telah meletakkan aturan untuk kalian berdasarkan hasil musyawarah dengan kami, maka jangan sampai ada di antara kalian yang merubah atau menggantinya, jika tidak, Allah akan mengganti kalian. Maka perhatikanlah bagaimana kalian seharusnya bersikap. Sesungguhnya saya juga memperhatikan apa yang telah ditetapkan Allah untuk diperhatikan dan dilakukan.” Utsman juga memerintahkan para petugas penarik pajak untuk bersikap amanah dan menjahui perbuatan aniaya.
Tidak ada berita yang menyebutkan bahwa Utsman mengangkat seseorang sebagai gubernur berdasarkan permohonan orang tersebut. Utsman menurunkan seseorang dari jabatannya jika samapai padanya pengaduan. Dia menulis surat kepada penduduk wilayah untuk mendatangi musim haji, “Amma ba’du, maka sesungguhnya saya telah mengangkat beberapa pekerja untuk mendatangiku pada setiap musim haji. Saya telah memberi wewenang kepad umat sejak saya diangkat sebagai khalifah untuk melakukan amar makruf nahi munkar. Maka setiap kasus yang diangkat kepada saya atau kepada salah satu pekerja saya akan direalisasikan.”
Mari kita perhatikan bagaimana interaksi Utsman dengan para gubernur, apakah menetapkan mereka pada jabatannya atau menurunkannya? Untuk mengetahui lebih jauh, mari kita simak beberapa kisah singkat tentang para gubernur dan panglima pasukan pada masa kekhalifahan Utsman.
- Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Untuk wilayah Syam, gubernurnya adalah seorang shahabat terkemuka, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radiyallahu ‘Anhu. Dia adalah penulis wahyu pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, merupakan salah satu panglima dan gubernur wilayah pada masa Abu Bakar dan Umar.Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Saya tidak melihat seorang pun setelah Utsman yang lebih baik dalam memutuskan perkara dengan benar dari pemilik rumah ini -yaitu Mu’awiyah.”Interaksinya dengan rakyat sangat baik. Orang-orang yang di pimpinnya sangat menyukainya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam dua kitab shahi disebutkan, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian sukai dan mereka pun menyukai kalian, mereka yang kalian doakan dan mereka pun mendoakan kalian.”
- Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian Al-Walid bin Uqbah
Gubernur wilayah Kufah pada masa kekhalifahan Umar adalah Al-Mughirah bin Syu’bah. Utsman lalu menurunkannya dan menggantinya dengan Sa’ad bin Abi Waqqash. Sa’ad merupakan gubernur pertama yang diangkat oleh Utsman, berdasarkan pesan Umar bin Khaththab, “Jika kepemimpinan jatuh ketangan Sa’ad, maka dialah pemimpin urusan ini. Namun apabila bukan dia, maka mintalah bantuan dengannya siapa saja di antara kalian yang diserahi urusan ini sebagai pemimpin, maka aku tidak akan memecatnya karena alasan lemah atau khianat.”Sa’ad menjabat sebagai gubernur Kufah satu tahun lebih, lalu Utsman menggantinya dengan Al-Wahid bin Uqbah bin Abi Mu’aith. Utsman menurunkan Sa’ad karena adanya perselisihan yang terjadi antara dia dan Ibnu Mas’ud.Al-Wahid bin Uqbah yang diangkat oleh Utsman menggantikan Sa’ad adalah seorang shahabat muda, berkeinginan kuat, berakhlak baik, dan memiliki iman yang benar. Abu Bakar As-Shiddiq memanfaatkan sebagai kelebihannya itu untuk berbagai urusan di jalan Allah. Dia percaya sebagai penjaga rahasia yang terdapat dalam surat menyurat antara Khalifah dan komandan pasukannya, Khalid bin Walid. Bahkan dalam kesempatan lain Abu Bakar mengangkatnya sebagai komandan pasukan.
Begitu juga halnya pada masa Umar bin Khaththab, Al-Walid diangkat sebagai panglima di wilayah Bani Taghlib dan Jazirah Arab, menjaga bagian belakang para mujahidin di negeri Syam agar tidak diserang dari sisi belakang.
Setelah mendapat kepercayaan dari dua khalifah, Abu Bakar dan Umar, Al-Walid pun diangkat sebagai gubernur oleh Utsman bin Affan. Dia merupakan penguasa teladan dalam hal keadilan, kecerdikan, dan interaksi yang baik dengan masyarakat. Dengan demikian, dia bertahan di Kufah selama lima tahun. Selama itu, rumahnya tidak memiliki pintu gerbang yang dapat menghalangi rakyatnya untuk bertemu dengannya.
Di samping itu, Al-Walid juga merupakan pejuang teladan yang berjuang di jalan Allah. Dia memimpin pasukan ke Azerbijan dan Armenia. Dia berhasil menundukan wilayah tersebut, mengembalikan mereka ke jalan yang benar, mengajak mereka berdamai, dan mengembalikan suasana tentram bagi wilayah tersebut.
- Sa’id bin Ash
Ketika Umar menurunkan Al-Walid dari jabatan gubernur dia mengangkat Sa’id bin Ash bin Abi Uhaiha Al-Umawi sebagai penggantinya. Sa’id adalah seorang shahabat terkemuka, pemimpin yang disegani, dermawan, lemah-lembut, pintar, cocok untuk menjadi pemimpin.Pada masa kekhalifahan Umar dia diangkat sebagai gubernur di wilayah Sawad. Utsman menugaskannya dalam proses penulisan mushaf karena dia adalah orang yang paling fasih di kalangan Quraisy dan yang paling mirip dialeknya dengan Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.Ketika diangkat sebagai gubernur Kufah, dia menjalankan amanah jabatannya dengan sangat baik. Dia mengirim surat kepada para tokoh dan berkata kepada mereka, “Kalian ibarat wajah bagi orang-orang yang berada di belakang kalian. Wajah itu membari tahu apa yang terjadi pada seluruh tubuh. Maka sampaikanlah kepada kami kebutuhan orang yang punya kebutuhan.
Sa’id juga ikut serta dalam perjalanan jihad, dia ikut menaklukan negeri Tabaristan dan Gorgan. Di antara pasukan yang di pimpinnya terdapat Hasan dan Husain putra Ali , Abdullah yang empat , Hudzaifah bin Yaman, ketika penduduk Azerbaijan memberontak, dialah yang memerangi mereka dan berhasil berhasil menghentikan pemberontakan mereka.
- Abdullah bin Amir bin Kuraiz
Sementara di Bashrah, Utsman menurunkan gubernur sebelumnya, yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dan mengangkat seorang shahabat bernama Abdullah bin Amir Kuraiz sebagai penggantinya, Dia adalah anak paman (dari jalur ibu) Utsman sekaligus anak bibi Rasulullah, Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib.Dia sosok yang mulia dan terpuji, memiliki karakter yang baik, termasuk ke dalam pembesar raja-raja Arab dan tokoh pemberani mereka.Ketika dia datang ke Bashrah, Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Telah datang kepada kalian seorang pemuda dari Quraisy, memiliki garis keturunan yang mulia, yang akan mengatur harta kekayaan kalian sedemikian rupa.”
Ibnu Amir ikut menegakkan panji jihad. Dia memimpin pasukan untuk menyebarkan risalah Islam bagaikan hembusan angin. Dia pun berhasil menaklukan seluruh negeri Khurasan, sebagian Daerah Persia dan Sijistan, Kirman, dan negeri Ghaznah –yang berbatasan dengan India, serta menaklukan orang-orang Persia, sehingga menyulut rasa dengki mereka terhadap Utsman dan sang gubernur sang penakluk dan pemberani.
- Amr bin Ash kemudian Ibnu Abi Sarh
Utsman mengangkat Amr bin Ash sebagai gubernur Mesir. Waktu itu Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh merupakan panglima pasukannya. Amr bin Ash mengutusnya untuk memerangi negeri Maroko. Pada tahun 27 Hafshah, Utsman mengangkat Ibnu Abi Sarh sebagai petugas penarik pajak dari penduduk Mesir, sementara Amr menjadi pemimpin shalat dan panglima tentara. Lalu timbul masalah antara Amr dan Ibnu Abi Sarh. Ketika berita itu sampai ketelinga Khalifah, dia segera menurunkan Amr bin Ash dan mengangkat Ibnu Abi Sarh sebagai penanggung jawab pajak sekaligus panglima tentara.Ibnu Abi Sarh mendirikan armada laut Islam untuk menjaga wilayah pantai Mesir, Syam, dan wilayah utara Afrika. Mereka terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Romawi dalam peperangan Dzatush Shawari.Pada hari terakhir kehidupannya di dunia, dia bertanya pada malam harinya, “Apakah sudah tiba waktu subuh?” Dijawab, “Belum.” Maka ketika dia merasakan dinginnya cuaca subuh dia memanjatkan doa, “Ya Allah, jadikanlah subuh sebagai penutup amalku.” Lalu dia berwudlu dan shalat. Pada rakaat pertama dia membaca Al-Fatihah dan surat Al-Adiyat, sedang pada rakaat kedua dia membaca Al-Fatihah dan sebuah surat. Kemudian dia mengucapkan salam ke kanan, dan ketika baru usai dari mengucapkan salam ke kiri nyawanya diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Marwan bin Hakam
Marwan bin Hakam bin Abil Ash Al-Umawi adalah sekertaris Utsman yang dipercaya memegang stempel kekhalifahan. Dia termasuk pemuka Quraisy, sosok pemberani, paham agama, dan tegas dalam penerapan hudud yang ditetapkan oleh Allah. Para ulama fikih diberbagai wilayah sangat menghormatinya, mengikuti perintahnya, dan menyoroti fatwa-fatwanya.Dia sempat dituduh memalsukan surat atas nama Utsman yang ditunjukan kepada gubernur Mesir, menyuruhnya membenuh setiap orang yang tidak taat kepada Amirul mukminin.Marwan melindungi Utsman pada hari pengepungannya dan bertempur untuk membelanya.
6. Komandan pasukan lainnya
Di antara komandan pasukan dan pahlawan yang mencuat namanya pada masa kekhalifahan Utsman dan penaklukan yang terjadi pada masa itu adalah Ahnaf bin Qais, Salman bin Rabi’ah Al-Bahili, Abdullah bin Nafi’ bin Abdul Qais, Abdullah bin Nafi’ bin Al-Hushain Al-Fihriyyan, Abdullah bin Qais Al-Jasi komandan pasukan laut, Mujasyi’ bin Mas’ud As-Sulami, Aswad bin Kultsum Al-Adawi, Aqra’ bin Habis, Abdullah bin Khazim, dan yang lainnya.
7. Luas daerah yang ditaklukan dan bentuk-bentuknya
Mari kita ikuti kisah berbagai penaklukan yang terjadi pada masa Utsman bin Affan di bawah panji para panglimanya.
Beberapa wilayah Negara Islam mulai menghianati perjanjian dan piagam yang mereka sepakati pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Sekelompok orang di Azerbaijan, Armenia, Iskandariyah, dan Palestina bangkit dan menyalakan api pemberontakan di negara Islam yang meliputi wilayah yang luas.
Namun pemberontakan itu bukanlah berasal dari penduduk berbagai wilayah tersebut, karena mereka sangat bergembira dengan kehadiran Islam yang telah membebaskan mereka dari kezhaliman bangsa Persia dan Romawi. Adapun yang memimpin pemberontakan tersebut adalah sekelompok pasukan yang menyimpan dendam terhadap Islam karena telah meruntuhkan kekuasaan mereka. Sekelompok kecil dari mereka bersembunyi sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan pemberontakan.
Utsman yang waktu itu sudah beranjak tua, bangkit untuk memberi mereka pelajaran agar mereka melihat dengan mata kepala mereka bahwa para shahabat Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam –terutama mereka yang diberi amanah kekhalifahan dan kekuasaan oleh Allah- tidak akan lemah keteguhan hati mereka seiring berjalannya hari dan tahun.
Maka Utsman sendiri yang membuka jalan dan menorehkan catatan sejarah kepahlawanan seorang pemuda, seakan-akan dia bukanlah orang yang tua tapi orang yang muda. Tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri Utsman mengeluarkan perintahnya dan menyusun kekuatan untuk memukul mundur pasukan yang menaklukan pembrontakan, serta mempersiapkan jalan untuk berbagai penaklukan agar mengikuti jalan kemenangannya.
Ketika Amirul mukminin melihat pentingnya membentuk kekuatan laut sebagai kelanjutan dari upaya penaklukan, dia langsung mengeluarkan perintah untuk membentuk armada laut negera Islam, meski dia tahu betul bahwa Umar Radiyallahu ‘Anhu selalu menolak ide menakutkan tersebut sepanjang periode kekhalifahannya.
Mu’awiyah lantas membangun armada laut untuk menjaga wilayah pantai negeri Syam, begitu juga Ibnu Abi Sarh, membangun armada laut untuk menjaga wilayah pantai Mesir dan Afrika Utara.
Ketika para panglima pasukan melihat keteguhan hati sang khalifah yang telah berusia lanjut itu, mereka pun segera menyambut perintah tersebut. Semangat dan kemampuan mereka meningkat tajam sehingga anda akan takjub karena tidak ada satu pun dari mereka yang kalah dalam pertempuran, jika kita kecualikan satu pertempuran saja. Semua itu merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kebijakan Utsman dalam penaklukan wilayah adalah dengan menerapkan sistem semi otonomi wilayah, sebagai jawaban bagi periode sejarah yang dilalui negara Islam. Dia memilih para gubernur dan panglima yang mumpuni, terpercaya, dan memiliki kemampuan. Lalu menentukan batasan-batasan kewajiban yang harus mereka laksanakan, kemudian memberi mereka kebebasan dalam menjalankan peperangan pada tataran teknis. Dengan demikian mereka diharapkan menangani sesuatu sesuai dengan apa yang menurut mereka pantas untuk dilakukan, berijtihad dengan pemikiran mereka, dan memperhatikan pengalaman orang-orang sebelum mereka dalam menyelesaikan persoalan yang sulit. Sebab, apabila terjadi sesuatu di ujung Afrika atau di daerah Khurasan, tidak mungkin seorang gubernur mengirim utusan kepada khalifah untuk meminta pendapatnya, mengingat jarak yang demikian jauh. Tahun-tahun yang panjang tersebut telah menetapkan keberhasilan gemilang dan kesuksesan pemikiran Utsman yang memperoleh taufik dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika Azerbaijan dan Armenia memberontak, Utsman memerintahkan Al-Walid bin Uqbah untuk memimpin pasukan tentara Kufah ke dua wilayah tersebut. Al-Walid pun segera menjalankan perintah tersebut. Dia memasuki negeri-negeri mereka,melakukan peperangan, hingga mengembalikan mereka ke jalan yang benar. lalu membuat perjanjian damai dengan mereka sebagaimana yang pernah mereka lakukan dengan Hudzifah bin Yaman.
Daerah lain yang ikut memberontak adalah wilayah Ray. Maka pasuka tentara Bashrah berangkat ke sana di bawah komando Abu Musa Al-Asy’ari dan berhasil mengembalikan mereka pada kesepakatan yang mereka buat dengan Hudzaifah sebelumnya.
Utsman bin Abil Ash bergerak ke Sabur dan berhasil menaklukannya dengan cara damai. Sementara pasukan Islam di bawah komando Ibnu Abi Sarh berjuang di Afrika dan berhasil menaklukannya. Kemudian Utsman mengutus Abdullah bin Nafi’ bin Abdul Qais dan Abdullah bin Al-Hushain Al-Fahriyyan ke Andalusia. Keduanya mendatanginya dari arah laut. Sedangkan Mu’awiyah memerangi Guensrin, dan ditaklukanlah wilayah Arrajan dan Darabjir.
Sempurnalah pembentukan armada laut neraga Islam. Berangkatlah bersama Mu’awiyah pasukan tentara kaum muslimin dalam jumlah besar menggunakan banyak kapal menuju Siprus. Ikut serta dalam pasukan tersebut sejumlah shahabat pilihan. Utsman pun memperkuat armada tersebut dengan pasukan lain dari Mesir di bawah komando Ibnu Abi Sarh. Kedua pasukan bertemu di Siprus dan mereka berhasil menaklukannya. Pada pertempuran itu seorang shahabat perempuan terkemuka bernama Ummu Haram binti Milhan mati syahid.
Armada laut negara Islam juga mengalami pertempuran Dzatush Shawari di bawah komando Ibnu Abi Sarh melawan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Costatin putra Heraklius. Terjadilah pertempuran yang mengerikan, sehingga permukaan air berubah menjadi merah karena banyak darah yang tumpah. Allah pun menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum mukminin.
Di wilayah Syam, Mu’awiyah mengangkat Abdullah bin Qais Al-Jasi sebagai komandan armada laut. Mereka mengalami lima puluh pertempuran dilautan di antara musim dingin dan musim panas. Tidak ada seorang pun yang tenggelam maupun terluka. Dalam kurun waktu setengah abad, nama laut tengah menjadi laut Syam setelah sebelum nya dikenal dengan nama laut Roma!
Panaklukan terus meluas sehingga Mu’awiyah memasuki wilayah kekuasaan Romawi. Dia pun memerangi selat Konstatinopel, Malta dan Afrika pada tahun 33 H. Sementara Ibnu Abi Sarh dan pasukannya memerangi Habasyah. Sedangkan Sa’id bin Ash, gubernur Kufah, berangkat bersama pasukannya ke Tabaristan, singgah di daerah Kumis, lalu mendatangi Gorgan dan diajak berdamai oleh penduduknya. Kemudian dia melanjutkan ke Thamisah, sebuah kota pinggir pantai Tabaristan, terjadi pertempuran hingga berhasil ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin.
Pasukan Salman bin Rabi’ah menyerang wilayah Bab di laut Qazwain dibantu oleh Abdurrahman bin Rabi’ah. Pasukan itu terus bergerak ke Belanjar, namun penduduknya melakukan perlawanan dibantu oleh bangsa Turki. Terjadilah pertempuran sengit yang berakhir dengan kekalahan kaum muslimin di antara berbagai penaklukan yang mencakup wilayah yang sedemikian luas.
Untuk wilayah Persia, Abdullah bin Amir –dibantu Ahnaf bin Qais dan Aqra’ bin Habis- berhasil menaklukan Asbahan. Kemudian dia bergerak ke Khurasan dan menaklukan Abrasyahar, Thus, Abiward, dan Nasa. Dia pun menerima perjanjian damai penduduk Sarakhs dan mengutus Aswad bin Kultsum ke Baihaq dan berhasil menaklukannya. Perjuangan dan kesuksesannya dilanjutkan oleh Ibnu Amir yang berhasil menaklukan Marwar Rudz, Thalqiyan, Fariyab, Juzajan, Thakharistan. Bahkan pasukannya berhasil mencapai Kabul dan Zabulistan yang termasuk kedalam wilayah Ghaznah, perbatasan antara Khurasan dan India. Abdullah bin Khazim berhasil menaklukan Khurasan.
Berbagai penaklukan terus terjadi dan semakin meluas pada masa kekhalifahan Utsman Radiyallahu ‘Anhu. Dengan izin Allah, dia berhasil menaklukan berbagai wilayah dan kota tersebut. Dia berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke timur hingga menundukkan negeri Persia bahkan tentaranya mencapai perbatasan India. Sedangkan di barat berhasil mengetuk pintu-pintu Andalusia. Pasukannya juga bergerak ke arah selatan hingga mencapai negeri Habasyah dan bertempur di wilayah kekuasaan Romawi hingga mencapai selat Konstantinopel yang waktu itu merupakan ibu kota Romawi. Sementara itu, Utsman yang telah mencapai usia 80 tahun, menimbulkan sangkaan dikalangan para musuh Islam bahwa dia adalah khalifah yang terlalu tua, tidak punya daya dan kekuatan untuk mengetur negara yang demikian besar dan menjaga kewibawaan dan kepemimpinannya.
8. Beberapa keberhasilan Utsman pada masa kekhalifahannya
Umar Radiyallahu ‘Anhu telah menetapkan bagi setiap orang bagian tertentu dari baitul mal. Lalu Utsman menambahkan 100 bagian untuk setiap laki-laki.
Setelah itu Umar pun menetapkan bagi setiap kaum muslimin satu dirham dari baitul mal setiap malam ramadhan sebagai bantuan berbuka puasa, dan menetapkan bagi para Ummul mukminin masing-masing dua Dirham. Ketika Utsman menjadi khalifah, dia meneruskan kebijakan tersebut bahkan menambahnya.
Utsman juga menyediakan hidangan di masjid untuk para ahli ibadah, orang yang I’tikaf, dan fakir miskin.
Hasan Al-Basri meriwayatkan, “Saya menyaksikan penyeruh Utsman memanggil, “Wahai manusia, pergilah mengambil jatah kalian!” Maka mereka pergi mengambilnya. “Wahai manusia pergilah mengambil rezeki kalian!” Mereka lalu pergi mengambilnya. Bahkan –demi Allah- dia pernah menyuru, “Pergilah mengambil jatah pakaian kalian!” Maka mereka mengambil pakaian. “Pergilah mengambil jatah minyak samin dan madu!”
Pada tahun 28 H Utsman menambah bangunan Masjidil Haram dan memerintahkan untuk merubah batas-batas masjid. Lalu pada tahun 29 H dia menambah bangunan Masjid Nabawi dan memperluasnya.
Utsman mengumpulkan semua kaum muslimin pada satu mushaf dan satu qiraat. Berawal dari peristiwa yang terjadi pada masa Hudzaifah bin Yaman memimpin pasukan yang terdiri dari penduduk Syam dan Irak pada masa penaklukan Armenia dan Azerbaijan. Waktu itu terjadi perdebatan antara penduduk Syam dan penduduk Irak dalam bacaan Al-Qur’an. Penduduk Syam membacanya dengan qiraat Ubay bin Ka’ab. Maka terdengar berbeda oleh penduduk irak yang biasa membacanya dengan qiraat Ibnu Mas’ud. Begitu juga sebalikya. Mereka saling mengkafirkan satu sama lain. Perdebatan itu membuat hudzaifah merasa sangat khawatir.
Peristiwa tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan At-Tirmidzi dari Anas bin Malik Radiyallahu ‘Anhu. Anas berkata, “Hudzaifah bin Yaman datang kepada Utsman, waktu itu dia sedang memimpin pasukan dari penduduk Syam dan Irak pada saat penaklukan Armenia dan azerbaijan. Perselisihan mereka dalam hal qiraat (bacaan Al-Qura’an) membuat hudzaifah sangat khawatir. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman, “Rangkullah umat ini mereka berselisih tentang Al-Qur’an sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.” Utsman pun mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, “Kirimlah lembaran Al-Qur’an kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada Anda.” Maka Hafshah mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya, mereka pun menyalinnya ke dalam beberapa mushaf. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, “Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al-Qur’an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al-Qur;an turun dengan bahasa mereka.” Mereka melaksanakan perintah tersebut hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikan lembaran Al-Qur’an ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirim sejumlah mushaf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al-Qur’an yang terdapat pada selain mushaf-mushaf tersebut.”
Para shahabat menyetujui tindakan yang diambil oleh Utsman tersebut, yaitu mengumpulkan kaum muslimin pada satu jenis mushaf dan membakar selainnya. Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Saya melihat orang-orang berkumpul saat Utsman membakar mushaf-mushaf tersebut. Mereka terheran-heran menyaksikan hal tersebut.”
Ali bin Abi Thalib berkata, “Jika Utsman tidak melakukan itu, saya pasti akan melakukannya.”
Bersambung Insya Allah . . .
Artikel www.SahabatNabi.com